Klinis

  • Channel

    Flame follicle

    Apr 08, 2022
    • Keratinisasi trichilemmal yang berlebihan (pembentukan flame follicle)
    • indikator histopatologi spesifik penyakit kulit endokrin
    • ditemukan pada biopsi kulit anjing dengan penyakit kulit endokrin, seperti :
    • hipotiroidisme
    • hyperadrenocorticism
    • hyposomatotropism
    • neoplasma sel Sertoli dengan feminisasi dan responsif terhadap kastrasi
    flame follicle
    tiga flame follicle pada  biopsi kulit anjing hipotiroidsme

     

     

    flame follicle catagen
    Diperbesar, panah hitam : flame follicle dalam fase catagen

     

    Kategori
    Spesies
    Tipe
    References

    DANNY W. SCOTT. Excessive Trichilemmal Keratinisation (flame follicles) In Endocrine Skin Disorders Of The Dog.Veterinary Dermatology 1989; 1: 3740

  • Channel

    Abses kulit (subkutan)

    Jan 25, 2022
    • Abses : akumulasi lokal bahan purulen dalam rongga yang terdiri dari organisme infeksius, sel inflamasi, dan eksudat.
    • dapat terbentuk dalam organ atau lokasi mana pun.
    Sinonim : abses, bisul, abses sub kutan
    Patofisiologi
    • Abses terbentuk ketika suatu organisme diinokulasi ke dalam kulit dan subkutis.
    • Terjadi inflamasi terhadap mikroorganisme.
    • Jika tidak terserap → akumulasi bahan purulen & terbentuk kapsul fibrosa.
    • Bila nanah terus terbentuk→ peningkatan tekanan →  abses pecah.
    • Jika tidak pecah → terbentuk jaringan granulasi dalam rongga → mikroorganisme  bertahan (lihat juga Botryomycosis).
    • Abses subkutan adalah infeksi bakteri yang paling umum pada kulit kucing.
    • Lebih sering terjadi pada kucing daripada anjing karena kulit kucing yang elastis dengan cepat menutup luka tusukan yang terkontaminasi, sehingga terjadi akumulasi eksudat purulen di bawah kulit.
    • Luasnya abses tergantung pada elastisitas kulit di atasnya, jumlah ruang mati di area tersebut.
     
    Etiologi
    • Biasanya terbentuk setelah luka gigitan, goresan, trauma (termasuk penetrasi benda asing), atau dari penyebaran hematogen dari infeksi sistemik ke subkutis.
    • Luka gigitan (antar kucing) adalah penyebab paling umum abses pada kucing;
    • Mikroflora rongga mulut merupakan organisme yang paling umum diisolasi.
    • Bakteri anaerob lebih sering diisolasi daripada aerob, dan dapat diisolasi lebih dari satu mikroorganisme dapat diisolasi.
    • Bakteri yang sering diisolasi dari abses kucing :Porphyromonas spp., Pasteurella multocida, dan Fusobacterium spp.
    • Bakteri lain yang diisolasi dari abses anjing dan kucing : Staphylococcus, Streptococcus, Pseudomonas, Clostridium, Peptostreptococcus, Prevotella, Actinomyces, Mycobacteria, Mycoplasma, Nocardia, Corynebacterium, Lactobacillus, Bacteroides spp., dan Yersinia pestis.
     
    DIAGNOSA
    Pemeriksaan Fisik Temuan/Riwayat:
    • Beberapa anoreksia, letargi, dan pincang.
    • Lesi (massa) dapat dipalpasi.
    • Abses dapat berfluktuasi s/d keras, dengan atau tanpa kantong lunak.
    • Sering terasa sakit, bengkak, dan hangat saat disentuh.
    • Beberapa abses pecah atau keluar secara spontan, sehingga dapat ditemukan bahan purulen yang berbau busuk.
    • Beberapa sekret dari abses berwarna merah-cokelat.
    • Abses luka gigitan paling sering : di kaki, wajah, ekor, bahu, dan leher ventral.
    • Demam dan limfadenopati mungkin ada.
     
    Hitung Darah Lengkap (Hemogram):
    • normal, atau neutrofilia dengan atau tanpa left shift. 
    • Neutropenia dan degenerative left shift  merupakan indikasi sepsis.
     
    Sitologi:
    • dapat dilakukan pada sampel yang diambil dengan fine needle aspiration atau saat drainase.
    • Namun, mengevaluasi sampel luka  saluran terbuka atau pembuangan permukaan kering mungkin hanya menunjukkan kontaminan sekunder, bukan organisme primer.
    • Sitologi abses dapat mengungkapkan organisme ekstra atau intraseluler, neutrofil, makrofag, dan keratinosit. Pewarnaan khusus diperlukan untuk memvisualisasikan beberapa mikroorganisme.
     
    Uji Kultur dan sensitivitas:
    • Bahan dari abses dapat diajukan untuk uji kultur dan sensitivitas.
    • Dapat diambil dengan fine needle aspiration atau biopsi.
    • Kultur aerob, anaerob, jamur, dan mikobakteri atipikal dapat diindikasikan.
    • Kultur terutama harus dipertimbangkan untuk abses rekuren atau kronis.
    • Hasil kultur dapat berbeda dari hasil sitologi.
    • Bakteri anaerob mungkin tidak diisolasi dari sampel yang dikumpulkan dari abses yang pecah
     
    Tes Virus:
    • karena berhubungan dengan luka gigitan, kucing dengan abses  sebaiknya diuji untuk virus leukemia kucing (FeLV) dan virus imunodefisiensi kucing (FIV).
    • Tes dilakukan di awal dan 60 hari kemudian.
    • Dalam satu penelitian terhadap 967 kucing yang mengalami abses atau luka gigitan, hanya 385 kucing diujiulang FeLV dan FIV 60 hari setelah presentasi awal. Dalam penelitian ini, 13% kucing positif FIV di awal, dan 9% kucing positif untuk FeLV.
     
    Prevalensi tinggi pada kucing, bisa karena :
    • Jantan (lebih sering berkelahi)
    • Pemeliharaan banyak kucing
    • Koloni kucing liar,
    • Tidak disteril
    • Infeksi FeLV,  FIV,
    • Diabetes mellitus,
    • Hyperadrenocorticism,
    • Imunosupresi dari obat-obatan,
    • Gagal ginjal kronis.
     
    Gejala klinis pada kucing
    • kucing jantan lebih sering abses/luka gigitan di kepala atau leher.
    • kucing betina lebih sering mempertahankan bagian perut, belakang atau ekor.
    Predileksi usia:
    • Mature, middle-aged
    • Young adult

    Prosedur diagnostik

    • Hemogram, mungkin ditemukan:     
      • Leukositosis
      • Netropenia,
      • Netrofilia       
    • Aspirasi (jarum), perparat sentuh sitologi eksudat     :    Eksudat supuratif          
    • Kultur jaringan/material     :    
      • Actinomyces ( isolasi & identifikasi ) 
    • Kultur bakteri patogen aerobik mungkin positif :
      • Bakteri anaerob (isolasi & identifikasi)
      • Mycobacterium (isolasi & identifikasi)
      • Nocardia (isolasi & identifikasi)
      •  Staphylococcus, Streptococcus, Proteus, Pseudomonas (isolasi & identifikasi)
      • Yersinia pestis (isolasi & identifikasi)


    Diagnosa banding

    • Actinomycosis
    • Cuterebriasis
    • Kista
    • Benda asing
    • Infeksi jamur
    • Hematoma
    • Infeksi L-form
    • Mycetomas, Eumycotic
    • Mycobacteriosis
    • Neoplasia, kutan / subkutan
    • Nocardiosis
    • Pes (plague)
    • Granuloma steril
    PERAWATAN
     
    Terapi Bedah
    • Intervensi bedah (minor / mayor)
    • membuat dan mempertahankan drainase
    • menghilangkan nidus infeksi atau benda asing.
    • Cukur rambut di sekitar abses, tepi luka dibersihkan.
    • Sayat / tusuk dibagian abses yang lunak dan bergantung untuk memungkinkan drainase. Perluasan sayatan bila diperlukan untuk memastikan drainase
    • Abses dievakuasi dan dibilas dengan saline steril.
    • Jaringan nekrotik juga mungkin perlu dibuang.
    • Abses yang lebih besar dan lebih parah mungkin perlu bedah ekstensif
    • Buat/pasang saluran drainase atau ulang pembilasan dan pengeringan
     
    Terapi antibiotik
    • Antimikroba bersamaan drainase bedah.
    • Antibiotik saja tidak efektif,  perlu drainase.
    • Idealnya pilihan antibiotik berdasarkan uji kultur dan sensitivitas
    • Antibiotik yang ideal untuk abses adalah bakteriosidal, spektrum luas, dan efektif terhadap aerob dan anaerob.
    • Pilihan pertama biasanya derivatif penisilin (amoksisilin, amoksisilin-klavulanat)
    • Klindamisin dan sefalosporin adalah pilihan lainnya
    • Cefovecin sodium (Convenia®) adalah long acting (14 hari) sefalosporin bakteriosidal, SC, 8 mg/kg, terbukti efektif untuk abses. mungkin perlu Injeksi kedua.
    • Dalam satu penelitian pada anjing dengan pioderma, abses atau luka yang terinfeksi, injeksi tunggal natrium cefovecin dianggap berhasil pada 109/118 (92,4%) kasus.
    • Terapi antibiotik merupakan terapi tambahan drainase.
    • Terapi medis saja dapat dilakukan ketika risiko anestesi terlalu besar atau jika intervensi bedah tidak memungkinkan.
    • Dalam kasus ini, terapi antibiotik  lebih lama (14-21 hari).
     
    Terapi suportif
    • Kompres hangat dan basah
    • Elizabeth collar
    • Idealnya hewan dirawat dalam ruangan hingga drainase/jahitan dilepas.
     
    Monitor & Prognosis
    • Drainase biasanya dilepas dalam 3-4 hari jika telah berhenti dan bengkak berkurang
    • Jahitan dibiarkan 10-12 hari.
    • Jika drainase bedah cukup, antibiotik tepat dan pasien tidak imunosupresi, tanda klinis harus membaik dalam waktu 48 jam.
    • Jika tanda klinis tidak membaik, abses tidak berkurang >1-2 minggu  sejak terapi,atau kambuh, Pertimbangkan tes diagnostik lebih lanjut.
    • Abses berulang / persisten bisa karena :
      • imunosupresi
      • osteomielitis
      • neoplasia
      • benda asing di dalam jaringan
      • infeksi bakteri resisten
      • infeksi parasit (misalnya Cuterebra spp.)
      • infeksi  jamur
      • Organisme tertentu (Nocardia, Mycobacterium spp.)  → abses kambuh / bertahan
    • Prognosis baik, dengan terapi yang tepat.

     

       

       

      Spesies
      Tipe
      References
      • Pinchbeck LR: Safe and Sensible Management of Feline Abscesses. Western Veterinary Conference 2010.
      • Greene CE: Abscesses and Botryomycosis Caused by Bacteria. Infectious Diseases of the Dog and Cat, 4 ed. Saunders Elsevier, St. Louis 2012 pp. 523-28.
      • Roy J, Messier S, Labrecque O, et al: Clinical and in vitro efficacy of amoxicillin against bacteria associated with feline skin wounds and abscesses. Can Vet J 2007 Vol 48 (6) pp. 607-11.
      • Goldkamp CE, Levy JK, Lachtara J: High Prevalence of FeLV and FIV in Cats with Abscesses or Bite Wounds. Am Coll Vet Intern Med Forum 2007.
      • Six R, Cherni J, Chesebrough R, et al: Efficacy and safety of cefovecin in treating bacterial folliculitis, abscesses, or infected wounds in dogs. J Am Vet Med Assoc 2008 Vol 233 (3) pp. 433-39.
      • Cattin I, Liehmann L, Ammon P, et al: Subcutaneous abscess caused by Clostridium perfringens and osteomyelitis in a dog . J Small Anim Pract 2008 Vol 49 (4) pp. 200-3.
    • Channel

      Actinomikosis kucing

      Jan 25, 2022
      • penyakit pyogranulomatous atau supuratif akibat bakteri Actinomyces sp.
      • normalnya bakteri nonpatogen yang ditemukan di rongga mulut
      • mungkin masuk jarungan akibat gigitan
      • sering di anjing, jarang di kucing
      • ada risiko zoonosis, meskipun jarang
      • Spesies yang mungkin terlibat pada infeksi anjing dan kucing :
        • A. viscosus
        • A. hordeovulnaris
        • A. bowdenii
        • A. meyeri
        • A. canis
        • A. Israeli
        • A. odontolyticus
        • A. pyogenes.

      Sinonim:
      Infeksi Actinomyces

      Etiologi dan Patofisiologi

      • Actinomyces sp. bakteri gram positif,
      • non-asam cepat,
      • bakteri batang anaerob berfilamen (Gambar 1, 2)
      • bagian dari flora bakteri normal mulut.
      • kolonisasi pada permukaan mukosa periodontal dan melekat pada permukaan gigi
      • Organisme ini merupakan patogen oportunistik
      • daerah yang paling sering terkena :
        • cervicofacial (48%)
        • dada
        • perut
        • ruang retroperitoneal
        • jaringan subkutan
      • juga dapat menyebabkan infeksi pada :
        • mata
        • perikardium
        • sistem saraf pusat (SSP),
        • vertebra.
      • infeksi pada daerah cervicofacial, dapat disebabkan
        • Luka gigitan
        • gingivostomatitis kronis
        • perforasi orofaring oleh benda asing
      • Infeksi toraks dapat terjadi akibat :
        • perforasi esofagus
        • aspirasi bahan orofaringeal, atau
        • perluasan infeksi abdomen
      • Infeksi perut biasanya
        • akibat organisme yang tertelan
        • atau benda asing yang menembus mukosa GI.
      • Infeksi Ruang retroperitoneal
        • rumput yang bermigrasi atau
        • bahan vegetatif yang bermigrasi dari rongga perut atau rongga dada ke retroperitoneal
      • Jaringan subkutan dapat terinfeksi Actinomyces spp. dari :
        • perluasan langsung penyakit di daerah lain, atau
        • dari luka gigitan yang terinfeksi,
        • penetrasi benda asing,
        • laserasi yang terkontaminasi  jilatan.
      • Actinomycosis merupakan infeksi polimikroba, bisa bersama bakteri :
        • Bacteroides
        • E. coli,
        • Corynebacterium,
        • Pasteurella,
        • Staphylcoccus aureus,
        • Fusobacterium,
        • Streptococcus
        • Actinomyces sp. mengikat reseptor sel pada bakteri lain, dan menyebabkan :
          • kemotaksis neutrofil
          • mengaktifkan makrofag
          • merangsang hiperplasia limfosit B
          • menghambat fagositosis neutrofil
        • Menghancurkan jaringan ikat dengan :
          • Enzim proteolitik dari bakteri terkait
          • degranulasi neutrofil, dan makrofag
        • Lesi khas aktinomikosis  :
          • lapisan padat Actinomyces dan bakteri terkait
          • dikelilingi oleh neutrofil, sel plasma, dan makrofag.

      Diagnosa
      Pemeriksaan Fisik/ Riwayat:

      • Tergantung pada wilayah tubuh yang terinfeksi
      • Pembengkakan subkutan (68%) bisa lunak atau keras, ulserasi / abses (65%), dan/atau fistula (48%)
      • paling sering terkena daerah :
        • leher
        • mandibula
        • submandibular
      • Daerah lainnya :
        • wajah,
        • dinding dada
        • panggul
        • perut
        • ruang retrobulbar
        • SSP
        • rongga pleura
        • tulang
        • mata
        • anggota badan lain
        • juga dapat terpengaruh.
      • Limfadenopati
      • demam (36%)
      • penurunan berat badan
      • massa abdomen dapat teraba
      • nyeri (13%)
      • Lesi bisa memiliki cairan serosanguinosa hingga purulen, berbau busuk
      • mungkin mengandung butiran kuning makroskopik (butiran belerang),terdiri dari agregat bakteri. 

      Hitung Darah Lengkap/Profil Biokimia:

      • biasanya normal pada infeksi fokal
      • bila meluas :
        • leukositosis
        • neutrofilia left shift
        • monositosis
        • anemia
        • hipoalbuminemia
        • hipoglikemia
        • hiperglobulinemia

      Radiografi:

      • tergantung lokasi
      • Radiografi aktinomikosis toraks  :
        • infiltrat paru alveolar dan interstisial
        • efusi pleura
        • massa paru
        • mediastinum yang melebar
        • osteomielitis tulang rusuk, sternum, atau vertebra toraks.
      • Aktinomikosis dapat muncul bersamaan dengan neoplasia paru.
      • Massa perut dan efusi dapat bersamaan dengan aktinomikosis perut
      • Osteomielitis vertebra dapat bersamaan dengan actinomycosis retroperitoneal

      Sitologi aspirasi:

      • peradangan pyogranulomatosa
      • populasi bakteri campuran
      • Actinomyces terlihat berbentuk batang berserabut bercabang
      • bisa individu atau lapisan padat (butiran bakteri).

      Kultur:

      • untuk konfirmasi
      • Actinomyces sp ada yang anaerob obligat dan fakultatif
      • spesimen dikumpulkan dan diproses secara anaerobik
      • Kultur  pada agar darah atau media tioglikolat dengan 5-10% karbon dioksida
      • Cukup  sulit dikultur
      • Kultur biasanya positif untuk 3-5 bakteri terkait
      • perlu waktu 5-7 untuk tumbuh, bahkanhingga 2-4 minggu

      Pada kucing paling sering spesies :

      •  A. viscosus
      •  A. bowdenii
      • A. meyeri,
      • A. pyogenes
      • paling sering di kucing mengakibatkan :
        • Abses luka gigitan subkutan
        • pyothorax
      • aktinomikosis perut, retroperitoneal, atau cervicofacial jarang terjadi di kucing

      Gejala Klinis

      • bervariasi tergantung pada daerah yang terlibat
      • aktinomikosis toraks :
        • batuk
        • takipnea
        • dispnea.
      • aktinomikosis abdomen
        • Distensi abdomen
        • nyeri abdomen
        • massa abdomen teraba
      • aktinomikosis  retroperitoneal
        • nyeri punggung
        • paresis/paralisis ekstremitas belakang.
      • Massa subkutan biasanya sekunder akibat luka gigitan pada kucing.
        • Massa bisa lunak atau keras
        • ulserasi
        • mungkin ada saluran drainase
      • sebagian besar demam
      • penurunan berat badan
      • lesu
      • anoreksia.

      Prosedur Diagnostik:    

      • Hemogram :
        • ANEMIA
        • Leukositosis
        • monositosis
        • Neutrofilia
      • Radiografi kerangka - tulang/sendi yang terlibat :
        • Osteomielitis
      • Radiografi thorax :  
        • Mediastinum melebar
        • EFUSI PLEURA
        • Pola alveolus paru
        • INFILTRASI PARU, PNEUMONIA
        • Paru-paru, nodul paru-paru
        • Massa toraks
      • Ekokardiografi dengan Doppler   :
        • EFFUSI PERIKARDIAL
      • Aspirasi jarum atau sitologi apusan eksudat :
        • Butiran hemoragik
        • Eksudat piogranulomatosa
        • Butiran belerang hadir
        • Eksudat supuratif
      • Biokimia serum : 
        • Hiperbilirubinemia, peningkatan bilirubin
        • Hiperglobulinemia
        • Hipoalbuminemia
        • Hipoglikemia
        • Hipoproteinemia
      • Ultrasonografi abdomen   
        • Massa perut internal
      • Kultur jaringan, bahan yang terlibat :   
        • Actinomyces diisolasi dan diidentifikasi
      • Analisis cairan, pleura :
        • Efusi pleura seperti sup krim tomat
           
      Efusi pleura Actinomikosis
      Efusi pleura Actinomikosis, dengan granul sulfur

      Manajemen

      • Drainase Abses
      • Lavage  & Pembuangan Jaringan
      • Antibiotik –  dapat berlanjut selama berbulan-bulan bila infeksi meluas
      • Analgesik 
      • Pembedahan – Jika abses besar


      Drug Spesies Dosis Rute Interval (jam)
      Pilihan pertama        
      Ampicillin (amoxicillin) Anjing, kucing 20–40 mg/kg IM, SC, PO 6
      Sekunder        
      Penicillin G Anjing, kucing 100,000 U/kg IV, IM, SC 6–8
      Penicillin G Anjing, kucing 40 mg/kg PO 8
      Penicillin V Anjing, kucing 40 mg/kg PO 8
      Clindamycin Anjing, kucing 5 mg/kg SC 12
      Erythromycin Anjing, kucing 10 mg/kg PO 8
      Chloramphenicol Anjing 50 mg/kg PO, IV, IM, SC 8
      Kucing 10-20 mg/kg PO, IV, IM, SC 12
      Rifampin Anjing 10 mg/kg PO 12
      Minocycline Anjing, kucing 5–25 mg/kg IV, PO 12
      doxycyclin Anjing, kucing 5-10 mg/kg PO 12
      cephalosporin generasi ke tiga        
      Kategori
      Spesies
      Tipe
      Diagnosa banding
    • Channel

      Cedera Ginjal Akut (Acute Kidney Injury) pada anjing

      Jan 25, 2022

      Sinonim :

      • Acute Kidney Injury(AKI)
      • Gagal Ginjal Akut (GGA)
      • Acute renal failure
      • Acute uremia
         

      Definisi

      • Sebelumnya dikenal sebagai gagal ginjal akut (Acute Renal Failure/ARF)
      • Cedera ginjal akut (AKI) : penurunan fungsi ginjal yang tiba-tiba dan parah
      • Menyebabkan  :
        • retensi limbah uremik
        • Kelainan cairan dan elektrolit yang bersirkulasi
        • ketidakseimbangan asam-basa.

      Patofisiologi

      • Ginjal menerima sekitar 20-25% Cardiac Output, sehingga ginjal rentan terhadap gangguan iskemik.
      • Iskemia dapat mengakibatkan :
        • hipoperfusi ginjal
        • penurunan volume distribusi nefrotoksin
        • Penurunan aliran tubulus, dan
        • peningkatan vasokonstriksi.
      • Untuk mempertahankan perfusi jantung dan otak dalam menghadapi kelainan hemodinamik :
        • vasokonstriksi ginjal dengan hasil penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR)
        • Hipotensi (tekanan arteri rata-rata <80 mm Hg) menyebabkan hilangnya autoregulasi yang biasanya membantu mempertahankan perfusi ginjal.
      • Racun juga dapat menyebabkan cedera ginjal, terutama racun yang terbawa darah.
        • Permukaan kapiler glomerulus menyediakan area yang luas untuk interaksi toksin-endotel.
        • Mekanisme tubular meningkatkan konsentrasi toksin di nefron distal.
        • Konsumsi oksigen dan aktivitas metabolisme yang tinggi, dan alat transpor transelular juga berkontribusi pada sensitivitas ginjal terhadap toksin.
        • Struktur kortikal (tubulus proksimal, Loop Henle) rentan terhadap cedera iskemik dan toksik karena tingkat metabolismenya yang tinggi dan menerima 90% dari sirkulasi darah ginjal.
      • Reaksi hipersensitivitas tipe III berkaitan dengan perkembangan AKI pada anjing yang diberikan 25% albumin serum manusia.
      • Sepsis adalah penyebab potensial lain  AKI karena dapat :
        • menurunkan tekanan kapiler glomerulus
        • mengaktifkan reaksi berantai inflamasi; dan
        • mengakibatkan obstruksi tubulus ginjal.
        • Semua perubahan ini selanjutnya menyebabkan :
          • disfungsi endotel,
          • perubahan hemostasis,
          • mempercepat apoptosis, dan
          • induksi imunosupresi.

      Fase AKI

      1. Fase awal/inisiasi:
        • Mulai terjadi kerusakan di ginjal ⇒ GFR berkurang.
        • Kerusakan tubulus  ⇒ hipoksia dan deplesi ATP ⇒  pembentukan radikal bebas ⇒ kerusakan sel lebih lanjut dan  disfungsi Pompa Na/K ATPase .
        • Disfungsi pompa Na/K ATPase ⇒ abnomalitas zat terlarut dan elektrolit.
        • Koneksi membran basal seluler rusak ⇒ banyak tubular cast dan dapat menyumbat & meningkatkan tekanan dalam lumen tubulus ⇒ mengurangi GFR.
        • Iskemia ginjal diperparah inflamasi dan vasokonstriksi arteriol aferen.
        • Fase ini dapat berlangsung selama berjam-jam hingga berhari-hari,
        • Mungkin tanpa gejala klinis
        • Intervensi terapeutik dapat mencegah perkembangan ke fase berikutnya.
      2. Fase Extension:
        • Fase ini berlangsung selama 1-2 hari.
        • Iskemia, hipoksia, inflamasi, dan kerusakan sel berlanjut.
        • Terjadi kerusakan endotel tambahan, apoptosis, aktivasi dan adhesi leukosit, serta kongesti vaskular.
        • Pada fase ini Intervensi terapeutik mungkin berhasil atau tidak berhasil
      3. Fase Maintenance:
        • GFR mencapai titik nadirnya.
        • output urin dapat naik atau turun.
        • Sel tubulus ginjal mulai berproliferasi dan bermigrasi untuk membangun kembali integritas tubulus.
        • Aliran darah ginjal dapat kembali normal.
        • Apoptosis mungkin sedang berlangsung.
        • Kerusakan ginjal ireversibel mungkin telah terjadi.
        • Fase  berlangsung selama 1-2 minggu
      4. Fase Recovery:
        • Tubulus ginjal mengalami perbaikan
        • GFR meningkat tetapi mungkin tidak kembali normal.
        • Poliuria dapat terjadi dari pemulihan fungsi tubulus dan diuresis osmotik dari zat terlarut yang terakumulasi.
        • Regenerasi jaringan ginjal mungkin perlu waktu mingguan hingga bulanan

      Kategori dan Etiologi

      • Prerenal:
        • AKI prerenal, sekunder
        • akibat defisiensi aliran darah ginjal, tekanan perfusi abnormal, atau ketidakseimbangan resistensi pembuluh darah ginjal.
        • sering merupakan komplikasi dari kondisi lain yang menyebabkan gangguan hemodinamik sistemik.
        • Kemungkinan penyebab :hipovolemia, perdarahan, hipotensi, sepsis, anestesi, trombosis pembuluh ginjal, gagal jantung kongestif, aritmia, trauma, luka bakar, heat stroke, reaksi transfusi, hipoalbuminemia, obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), inhibitor angiotensin converting enzyme, dan disfungsi liver
      • Intra renal:
        • akibat perubahan morfologi : pembuluh darah ginjal, glomeruli, tubulus, atau interstitium.
        • AKI prerenal  dapat menyebabkan AKI intra renal.
        • Kemungkinan penyebab: pielonefritis, peritonitis infeksi kucing (kucing), sepsis, leptospirosis (anjing), glomerulonefritis immune mediated, Rocky Mountain spotted fever (anjing), penyakit Lyme (anjing), hiperkalsemia, amiloidosis, pankreatitis akut, neoplasia (paling sering limfoma). ), dan racun tertentu.
      • Postrenal:
        • AKI postrenal bisa terjadi : obstruksi uretra, obstruksi ureter bilateral, atau obstruksi ureter unilateral dengan satu ginjal yang berfungsi, kebocoran urin ke abdomen,.
        • Obstruksi urin menurunkan renal clearance dan meningkatkan tekanan balik di ginjal.
        • Penyebab : urolith atau nefrolith, striktur uretra atau ureter, neoplasia, urethral plug, dan trauma.
        • AKI postrenal berkepanjangan dapat menyebabkan AKI intra renal

      Diagnosa
      Pemeriksaan Fisik/Riwayat:

      • Sebagian besar riwayat gejala klinis <1 minggu.
      • Anoreksia, poliuria, polidipsia, penurunan output urin, diare, muntah, kelemahan, melena, dan halitosis
      • Riwayat penyakit ginjal kronis diketahui hadir.
      • Dehidrasi, hipotermia , demam, takikardia, bradikardia, bau uremik pada respirasi, ulserasi oral, renomegali, sakit perut, kejang, hipersalivasi, dan edema perifer.

      Hemogram:

      • leukogram inflamasi/stres : leukositosis / neutropenia / anemia.

      Biokimia:

      • azotemia dengan berbagai tingkat keparahan
      • hiperfosfatemia, hipokalsemia, hiperkalsemia, hipokalemia, hiperkalemia, dan asidosis metabolik.
      • kreatinin kurang sensitif pada gangguan ginjal ringan :
        • Jika fungsi ginjal mendekati normal, perubahan kecil pada kreatinin terjadi dengan perubahan besar pada GFR.
        • Perubahan besar kreatinin terjadi dengan perubahan GFR kecil, jikafungsi ginjal sangat terganggu. 

      Staging AKI : ada dua sistem berdasarkan kreatinin

      IRIS Staging

      • Stadium I: Kreatinin serum <1,6 mg/dL (<122 mol/L) atau sedikit peningkatan kreatinin serum nonazotemik progresif >0,3 mg/dL (>22,9 mol/L) selama 48 jam
      • Stadium II: Kreatinin serum 1,6-2,6 mg/dL (122-198 mol/L)
      • Stadium III: Kreatinin serum 2,6-5 mg/dL (198-381 mol/L)
      • Stadium IV: Kreatinin serum 5-10 mg/dL (381-762 mol/L)
      • Stadium V: Kreatinin serum >10 mg/dL (>762 mol/L)

      VAKI Staging

      • Tahap 0: Kreatinin meningkat <150% dari normal
      • Tahap 1: Kreatinin meningkat 150-199% dari normal atau 0,3 mg/dL (>22,9 mol/L)
      • Tahap 2: Kreatinin meningkat 200-299% dari normal
      • Tahap 3: Kreatinin meningkat >300% dari normal atau kreatinin absolut >4 mg/dL (305 mol/L)

      Symmetric Dimethylarginine (SDMA):

      • Dapat dideteksi dalam darah atau urin lebih awal dari peningkatan kreatinin.
      • SDMA meningkat setelah 40% fungsi ginjal hilang (dibandingkan 75% pada serum kreatinin)

      Urinalisis:

      • Isosthenuric atau sedikit terkonsentrasi.
      • Glukosuria dengan normoglikemia merupakan indikasi nekrosis tubulus.
      • Cast dalam sedimen urin menunjukkan kerusakan ginjal yang sedang berlangsung.
      • proteinuria, hematuria, kristaluria, bakteriuria, dan piuria.

      Kultur Urine:

      • Harus dilakukan pada pasien dengan AKI dengan etiologi yang tidak diketahui.
      • untuk mengevaluasi pielonefritis
      • hasil negatif tidak mengesampingkan pielonefritis

      Analisis Asam Basa:

      • Sebagian besar asidosis metabolik sebanding dengan keparahan uremia.
      • Alkalosis metabolik karena muntah yang berkepanjangan
      • Gangguan campuran asam-basa (misalnya asidosis metabolik/asidosis respiratorik, asidosis metabolik/alkalosis respiratorik) akibat dari komplikasi paru dari penyakit penyerta, edema paru, pneumonitis uremik, hiperventilasi, dan tromboemboli paru.

      Sitologi / Biopsi / Histopatologi::

      • Aspirasi dan sitologi ginjal dapat dilakukan untuk mencari penyebab yang mendasari, seperti :
        • amiloidosis
        • neoplasia
        • limfoma
        • toksisitas etilen glikol
        • leptospirosis
        • perdarahan
        • disfungsi ginjal parah

      Radiografi:

      • evaluasi ukuran ginjal
      • identifikasi urolith radiopak

      Ultrasonografi:

      • Evaluasi korteks ginjal, medula, sistem koleksi, dan pembuluh darah.
      • Perubahan ekogenisitas ginjal , dilatasi pelvis ginjal, dilatasi ureter, urolith
      • Cairan retroperitoneal yang berhubungan dengan oliguria dan anuria.
      • Makin banyak kelainan, prognosis jangka panjang makin buruk

      Pencitraan Tingkat Lanjut: Computed tomography atau magnetic resonance imaging juga dapat bermanfaat

       

      Gejala Klinis

      • Tanda biasanya muncul selama <1 minggu.
      • Anoreksia, lesu, penurunan berat badan, dehidrasi, poliuria, polidipsia, oliguria, anuria, muntah, diare, melena, ulserasi mulut, halitosis, nekrosis lidah, sakit perut, renomegali, takikardia, bradikardia, kelemahan, kejang, ataksia, demam, hematuria, disuria, buang air kecil tidak tepat, hipotensi, hipertensi, edema perifer, dan hipotermia.

      Etiologi:
      Aminoglikosida
      Aminopterin
      Amphotericin B
      Amiloidosis
      Anafilaksis
      Angiotensin converting enzyme inhibitors
      Antibiotik
      Aritmia
      Arsenic toxicity
      Azathioprine
      Borrelia burgdorferi
      Cadmium
      Captopril
      Carbon tetrachloride
      Cephaloridine
      Cephalosporins
      Kemoterapi
      Chlordane
      Cisplatin
      Colistin
      Cyclophosphamide
      Cyclosporine
      Diabetes mellitus
      Diuresis, massive
      Doxorubicin
      Enalapril
      Endocarditis, bacterial
      Enflurane
      Escherichia coli
      Ethylene glycol
      Flunixin meglumine
      Fluorinated inhalant anesthetics
      Glomerulonephritis, protein-losing nephropathy
      Anggur, kismis
      Heart failure
      Heat prostration
      Heavy metal poisoning
      Hepatic failure
      Herbicides
      Hydrocarbons
      Hymenoptera sting (bees, wasps, hornets, ants)
      Hypercalcemia
      Hypercalcemia of malignancy
      Hyperviscosity
      Hypoadrenocorticism
      Hypovolemia
      Ibuprofen
      Infectious diseases
      Intravenous contrast agents
      Ischemia
      Lead poisoning
      Leptospira spp.
      Melamine
      Mercury
      Methanol
      Methotrexate
      Methylene blue
      Mithramycin
      Mycotoxins
      Naproxen
      Neoplasia
      Nonsteroidal anti-inflammatory drug
      Pancreatitis, acute
      Paraquat
      Petroleum distillates
      Phenylbutazone
      Phosphorus rodenticide
      Poisonous mushrooms
      Polymyxin B
      Proteus spp.
      Pyelonephritis
      Renal infarction
      Renal neoplasia
      Renal vein thrombosis
      Sepsis
      Snake bite
      Staphylococcus spp.
      Streptococcus spp.
      Streptozotocin
      Sulfonamides
      Surgery
      Thallium acetate or sulfate
      Thiacetarsamide
      Toluene
      Trauma
      Tumor lysis syndrome
      Urinary tract obstruction
      Urolithiasis
      Vasculitis
      Vitamin D excess
      Vitamin D rodenticide
      Zinc toxicosis

       

      Prosedur diagnostik

      • SDMA    >14 mcg/dL
      • Hemogram
        • ANEMIA
        • Hemokonsentrasi atau polisitemia
        • Leukositosis
        • Neutropenia, neutrofil menurun
      • Urinalisis   
        • Glukosuria, glikosuria
        • Hemoglobinuria
        • Mioglobinuria
        • Proteinuria, albuminuria
        • Piuria, ↑ WBC
        • Cast
        • Granular cast
        • Cast WBC
        • SG (1,007-1,030)
      • Radiografi perut   
        • Ginjal kecil, tidak teratur
        • Litiasis ginjal atau kandung kemih
        • Renomegali
      • Perhitungan anion gap serum
        • ↑ anion gap
      • Analisis gas darah
        • ↓ pH darah
        • ↓ bikarbonat
        • asidosis metabolik
      • Pengukuran tekanan darah
        • Hipertensi (>160/100 mmHg)
      • Biokimia serum
        • ↑ Amilase, amilasemia
        • Azotemia/uremia
        • ↑ Nitrogen urea darah (BUN) 
        • ↓ laju filtrasi glomerulus (GFR) menurun
        • ↑ Kreatinin
        • Hiperkalsemia
        • Hiperglikemia
        • Hiperkalemia
        • Hiperfosfatemia
        • Hipoalbuminemia
        • Hipokalsemia
        • Hipokalemia
        • Hipoproteinemia
        • ↑ Lipase meningkat, lipasemia
      • Ultrasonografi perut   
        • Hidronefrosis
        • Ginjal hiperekoik
        • massa ginjal
        • calyx ginjal tidak jelas
        • Infark ginjal
        • Ginjal keruh 
        • Obstruksi pelvis ginjal
        • Pelvis ginjal melebar
        • Renomegali
        • Obstruksi ureter
      • Rasio Protein urin: kreatinin   >1
      • Kultur urin Kultur aerobik mungkin positif untuk patogen
      • Fine needle aspiration dan sitologi lesi/jaringan yang terkena  
        • Amiloidosis
        • Analisis etilen glikol positif
        • Leptospira terlihat dengan pemeriksaan lapangan gelap
        • Limfoma/limfosarkoma
      • Biopsi dan histopatologi ginjal
        • Kongesti glomerulus
        • Nekrosis global glomerulus
        • Glomerulonefritis
        • Neoplasia, tumor
        • Pielonefritis, radang panggul ginjal
        • Mineralisasi korteks ginjal
        • Degenerasi fibrinoid ginjal
        • Nekrosis ginjal
        • Emboli septik ginjal
        • Degenerasi tubulus ginjal
      • Computed tomography (CT) / MRI abdomen : untuk  mengetahui karakter dan luas lesi

      Manajemen

      • Kategori
        • Kausatif : hilangkan penyebab yang mendasari
        • simptomatik : kendlikan gejala klinis
      • terapi fluid
        • untuk hidrasi & normovolemia
        • hindari pemberian berlebihan  (pada hewan oligo-anuric dapat menyebabkan edema)
        • Diuretik (furosemide dan manitol) sebaiknya jika volume darah sudah normal
      • jika hiperkalemia :
        • injeksi natrium bikarbonat (koreksi asidosis metabolik),
        • dekstrosa (memperbaiki hiperkalemia sementara),
        • insulin-dekstrosa (memperbaiki hiperkalemia sementara)
      • obat-obatan simtomatik jika ada gangguan gastrointestinal
      • kendalikan hipertensi sistemik

       

       

      Kategori
      Spesies
      Tipe
      References
      • Cowgill LD, Langston C. Acute kidney insufficiency. In: Bartges J, Polzin DJ, eds. Nephrology and Urology of Small Animals. Wiley & Sons; 2011.
      • Steinbach S, et al. Plasma and urine neutrophil gelatinase-associated lipocalin (NGAL) in dogs with acute kidney injury or chronic kidney disease. J Vet Intern Med. 2014;28(2):264–269.
      • IRIS. Grading of AKI. 2013. www.iris-kidney.com
      • IRIS. Grading of AKI. 2019. www.iris-kidney.com
      • Major A, et al. Increasing incidence of canine leptospirosis in Switzerland. Int J Environ Res Public Health. 2014;11:7242–7260.
      • Geigy CA, et al. Occurrence of systemic hypertension in dogs with acute kidney injury and treatment with amlodipine besylate. J Small Anim Pract. 2011;52(7):340–346.
      • T. Francey, Acute Kidney Injury: Diagnosis and Management.World Small Animal Veterinary Association World Congress Proceedings, 2015
    • Channel

      Keracunan parasetamol pada anjing

      Jan 25, 2022
      • Asetaminofen (APAP, parasetamol) = turunan non-opiat sintetis dari p-aminofenol.
      • memiliki efek penghilang rasa sakit ( analgesik )
      • termasuk produk bebas ( aspirin ) dan produk resep yang dikombinasikan dengan opioid.
      • Asetaminofen juga banyak terdapat dalam  obat pilek / flu dan alergi.

      Sinonim:

      • Keracunan parasetamol
      • Toksikosis APAP
      • Toksikosis parasetamol
      • Toksikosis Tylenol

      Dosis toksik

      • Anjing: 75-100 mg/kg
      • Kucing: 10 mg/kg
      paracetamol-pathway

       

      Patofisiologi

      • Asetaminofen sendiri memiliki toksisitas yang rendah.
      • penyebabnya adalah pembentukan metabolit toksik yang menyebabkan cedera hati dan sel darah merah (RBC)
      • hepatotoksisitas adalah manifestasi utama dari toksikosis asetaminofen
      • pada kucing, lebih sering ditemui kerusakan RBC .

      Methemoglobinemia:

      • disebabkan oleh de-asetilasi asetaminofen menjadi para-aminofenol (PAP).
      • 2 Pada banyak spesies, para-aminofenol diasetilasi kembali menjadi asetaminofen oleh enzim N-asetil-transferase, NAT-1 dan NAT-2 
      • Beberapa spesies (manusia, tikus) memiliki kedua enzim tersebut 
      • Kucing hanya memiliki NAT-1, yang kerjanya lambat dalam regenerasi asetaminofen dari para-aminofenol.
      • Karena kekurangan enzim NAT, pada kucing  terjadi akumulasi para-aminofenol
      • Para-aminofenol menyebabkan besi dalam hemoglobin dioksidasi dari keadaan 2+ menjadi 3+ ​​(yaitu methemoglobin).
      • Methemoglobin tidak efektif membawa oksigen → hipoksia dan pergeseran ke kiri dalam kurva saturasi oksihemoglobin (yaitu lebih sulit untuk menurunkan oksigen pada tingkat jaringan).
      • Methemoglobin menyebabkan sianosis dan warna coklat yang khas pada darah.
      • Stres oksidatif lebih lanjut menghasilkan pembentukan  Heinz body dan potensi anemia hemolitik
      • Kucing sangat rentan terhadap proses ini, karena hemoglobinnya mengandung 8 gugus sulfhidril yang mampu bereaksi terhadap oksidan (dibandingkan dengan 4 gugus sulfhidril pada anjing).
      • paracetamol-pathway NAPQI

      Hepatotoksikosis:

      • Pada dosis terapeutik pada sebagian besar spesies, asetaminofen diubah di hati menjadi konjugat glukuronida dan sulfat nontoksik, kemudian dieliminasi dari tubuh
      • Jalur metabolisme alternatif menggunakan jalur oksidase fungsi campuran sitokrom P450 dan menghasilkan pembentukan zat antara yang sangat reaktif (NAPQI). Glutathione adalah penangkal radikal bebas yang dapat mengikat dan mendetoksifikasi NAPQI.
      • Pada kucing, glukuronidasi sedikit dan paparan Asetaminofen dosis sedang hingga tinggi dapat ↑ reaksi sulfasi dan menguras simpanan glutathione.
      • Penipisan ini menghasilkan peningkatan konsentrasi NAPQI bebas yang mengikat makromolekul seluler dan menyebabkan kerusakan dan kematian hepatoseluler.
      • dosis asetaminofen yang sangat tinggi, ↑ produksi NAPQI oleh enzim P450 di epitel tubulus ginjal proksimal menyebabkan cedera dan disfungsi tubulus.

      Keratokonjungtivitis sicca (KCS):

      • KCS telah dilaporkan secara anekdot pada anjing sebagai kejadian langka setelah paparan dosis tinggi Asetaminofen.
      • Mekanismenya belum diketahui dengan pasti, kemungkinan besar berhubungan dengan sistem imun

      Toksikosis

      • Dosis terapeutik acetaminophen pada anjing adalah 15 mg/kg PO q 8 jam.
      • Hepatotoksikosis pada anjing dengan dosis oral akut >75-100 mg/kg.
      • direkomendasikan intervensi ketika dosis > 50 mg/kg .
      • dosis oral kronis 46 mg/kg dapat juga menyebabkan hepatotoksikosis
      • Umumnya, dosis >200 mg/kg PO dapat langsung menyebabkan methemoglobinemia 
      • Dosis >30 mg/kg PO berhubungan dengan KCS.

      Sistem tubuh terpengaruh

      • Hemo-limfatik dan kekebalan tubuh
        • Pembentukan tubuh Heinz
        • Methaemoglobinemia
        • Hemolisis
      • Hepato-bilier
        • N-acetyl-p-benzoquinoneimine berikatan dengan membran hepatoseluler, menyebabka nekrosis hepatoseluler
      • Kardiovaskular
        • Methaemoglobinaemia mengakibatkan hipoksia jaringan, syok, dan kematian
      • Gastrointestinal
        • Muntah, diare
      • Neurologis
        • Ensefalopati hepatik
      • ginjal
        • Nekrosis tubular akut
      • Respirasi
        • Takipnea, dispnea sekunder akibat methaemoglobinaemia
      • Kulit
        • Wajah edema pruritis dan bengkak
        • Edema kaki

      Diagnosa

      • riwayat pemberian asetaminofen
      • gejala klinis yang sesuai
      • hasil laboratorium klinis.
      • Pengukuran kadar methemoglobin dalam darah mungkin dilakukan tetapi jarang dilakukan.

      Gejala Klinis

      • Tanda-tanda methemoglobinemia muncul dalam 1-4 jam
      • gejala bertahan selama 12-48 jam atau sampai kematian (yaitu 18-36 jam setelah konsumsi jika tidak diobati).
      • Gejala klinis :
        • sianosis
        • dispnea
        • takipnea
        • depresi
        • hipotermia
        • lemah
        • edema wajah, dan/atau kaki
      • Gejala hepatotoksikosis (24-48 setelah paparan) :
        • ikterus
        • muntah
        • anoreksia
        • abdomen tidak nyaman
      • 48- 72 jam setelah paparan :
        • gejala cedera ginjal (jarang)
        • Produksi air mata yang berkurang

      Etiologi:
      Parasetamol
      Asetaminofen

      Predileksi ras/spesies:
      Tidak ada

      Predileksi gender:
      Tidak ada

      Predileksi Usia:
      Tidak ada

      Prosedur Diagnostik

      • Hemogram :   
        • ANEMIA
        • ↑ Heinz body
      • Urinalisis :
        • Bilirubinuria, ↑ bilirubin urin
        • ↑ cast
        • Glukosuria
        • glikosuria
        • Hemoglobinuria
      • Pemeriksaan mata
        • ↓ Schirmer test atau nol
      • Biokimia
        • ↑ Alanine aminotransferase (ALT)
        • ↑ Alkaline phosphatase (ALP)
        • ↑ Aspartat aminotransferase (AST)
        • Azotemia/uremia
        • ↑ Nitrogen urea darah (BUN)
        • Hiperbilirubinemia
        • Hiperglobulinemia
        • Hipoglikemia
      • Biopsi dan histopatologi hati/kandung empedu   
        • Stasis bilier
        • Nekrosis hati, multifokal
      • Analisis methemoglobin darah EDTA
        • Methemoglobinemia
      • Nekropsi   
        • Nekrosis sentrilobular hati
        • Kongesti hepar

      Manajemen

      • Pengobatan dianjurkan jika dosi ≥ 50 mg/kg  tertelan anjing
      • tujuan untuk memberikan dekontaminasi gastrointestinal (jika tertelan akut),
      • suportif umum :
        • terapi oksigen
        • cairan intravena,
        • transfusi darah untuk menjaga :
          • kecukupan darah
          • konsentrasi hemoglobin
        • obat-obatan untuk mendukung fungsi anti-oksidan hati.
      • Dekontaminasi gastrointestinal
        • Direkomendasikan jika parasetamol tertelan dalam 30-60 menit terakhir
        • Xylazine 0,2 mg/kg IM/IV
      • Adsorben
        • Karbon aktif 0,5-1 g/kg PO sekali, diberikan dengan katarsis seperti sorbitol.
        • Pertimbangkan karbon aktif dapat mengurangi efektivitas N-acetylcysteine.
      • Terapi Antidota
        • Tidak ada antidota  khusus – namun, beberapa obat dapat memperlambat produksi racun
        • metabolit, dan beberapa obat dapat mengurangi laju atau, atau membalikkan, oksidasi yang dihasilkan dari metabolit toksik.
        • N-asetilsistein :
          • Merupakan prekursor glutathione.
          • dihidrolisis menjadi L-sistein yang merupakan substrat untuk sintesis glutathione dalam eritrosit dan hepatosit
          • Bekerja langsung pada N-asetil-p-benzokuinoneimin untuk membentuk konjugat asetil-sistein yang diekskresikan dalam empedu.
          • dioksidasi di hati untuk membentuk sulfat, meningkatkan kapasitas jalur sulfasi
          • Dosis:
            • 140 mg/kg PO awalnya,
            • kemudian 70 mg/kg PO q 6-8 jam selama 36-72 jam, atau
            • 280 mg/kg infus IV selama 6 jam,
            • kemudian 70 mg/kg PO setiap 6-8 jam selama 36-72 jam
        • Metionin
          • Gunakan jika asetilsistein tidak tersedia
          • Dosis: 70 mg/kg PO setiap 6-8 jam selama 24 jam
        • Asam Askorbat
          • Mengurangi methaemoglobin menjadi hemoglobin – namun, reaksi ini lambat
          • Dapat mengikat N-acetyl-p-benzoquinoneimine sebelum berikatan dengan protein, menguranginya kembali ke senyawa induk
          • Dosis: 30-40 mg/kg IV/SC setiap 6-8 jam selama 72 jam
        • Natrium sulfat
          • Dapat meningkatkan sulfat yang tersedia untuk konjugasi
          • Dosis: larutan 1,6%; 50 mg/kg IV setiap 4 jam selama 12-24 jam
        • Simetidin
          • Dimetabolisme melalui enzim sitokrom P-450, dan karena itu dapat mengurangi tingkat metabolisme acetaminophen melalui jalur ini
          • Dosis: 2,5-5,0 mg/kg IV/IM setiap 8 jam
        • Metilen blue
          • Gunakan dengan hati-hati, karena dapat menyebabkan methaemoglobinaemia dan anemia Heinz bodypada kucing.
          • Gunakan hanya pada kucing yang terkena dampak parah
          • Meningkatkan reduksi methaemoglobin
          • Dosis: 1-5 mg/kg injeksi IV lambat
      • Perawatan suportif
        • S-adenosil methionin (Same)
        • Terapi oksigen
        • Terapi cairan intravena untuk mempertahankan hidrasi dan perfusi
        • Transfusi darah jika diperlukan, untuk mengelola anemia
        • Fresh frozen plasma atau whole blood untuk mengatasi koagulopati akibat nekrosis hati.
        • Vitamin K1 pada nekrosis hati akut
        • Terapi antibiotik (beta-laktam +/- metronidazol) pada nekrosis hati akut

      Monitor

      • Kebanyakan kucing perlu pengobatan selama beberapa minggu untuk melindungi hati
      • Monitor enzim hati biasanya dipantau untuk menilai kerusakan hati setelah kucing dipulangkan
      • Tergantung pada kondisi kucing, pengobatan dan pemantauan dapat dilanjutkan selama beberapa hari hingga minggu.
      • Kerusakan hati dan jaringan parut yang dihasilkan dapat mempengaruhi fungsi hati jangka panjang.
      Kategori
      Spesies
      Tipe
      References
      • Philip R Judge. Protocol for Management of Paracetamol/Acetaminophen Toxicity in Dogs and Cats.
      • Renee Schmid, Ahna Brutlag. Acetaminophen Toxicity in Cats.
      • Toxicology Paracetamol poisoning Companion Animal Vol. 21, No. 10.

       

    • Channel

      Akromegali pada anjing

      Jan 25, 2022
        • Akromegali = penyakit akibat sekresi hormon pertumbuhan (GH)  berlebihan dari hipofise, kronis.
        • lebih sering  pada kucing daripada anjing.

        Sinonim :

        • Hipersomatotropisme
        • Somatotropisme adenoma
        • Growth hormone excess
        • Pituitary giant

        Etiologi

        • GH diproduksi oleh sel somatotropik di lobus anterior kelenjar hipofise.
        • GH memiliki berbagai efek katabolik dan anabolik pada berbagai sistem
        • GH merangsang produksi IGF-1 di hati, akibatnya :
          • ↑ sintesis protein
          • ↑ pertumbuhan tulang
          • ↑ lipolisis
          • ↓ sensitivitas insulin
        • Pelepasan GH normal :
          • dirangsang  growth hormone releasing hormone (GHRH)
          • dihambat somatostatin,
          • umpan balik negatif dari ↑ GH dan ↑ IGF-1

        Kucing:

        • Kucing akromegali biasanya memiliki adenoma hipofise fungsional yang berlebihan melepaskan GH
        • Jarang akibat hiperplasia hipofise atau karsinoma
        • ada kemungkinan penyakit genetik

        Anjing:

        • Jarang dilaporkan pada anjing.
        • Hipersekresi GH sering disebabkan respon terhadap progesteron  (eksogen atau endogen) yang berlebihan.
        • Bisa sekunder akibat adenoma hipofise dan tumor payudara yang memproduksi GH.
        • Kelebihan GH juga dapat diinduksi oleh hipotiroidisme
        • Anjing gembala Jerman cenderung mengalami akromegali

        Patofisiologi

        • GH dan IGF-1 yang berlebihan memiliki banyak efek pada tubuh.
        • Banyak kucing akromegali dengan gejala klinis diabetes mellitus (DM), akibat resisten insulin.
        • sekitar 25% kucing diabetes disertai akromegali
        • Insiden DM pada anjing dengan akromegali lebih rendah daripada kucing
        • pada anjing sering berhubungan dengan progesteron berlebihan atau endokrinopati lainnya.
        • Anjing akromegali dan DM mungkin menujukkan resistensi insulin.
        • Efek anabolik GH dan IGF-1 dapat menyebabkan pertumbuhan tulang berlebihan dan organomegali.
        • Gangguan pernapasan dapat terjadi jika ada pertumbuhan jaringan langit-langit lunak dan laring.
        • Kelainan kardiovaskular dapat terjadi, akibat respon terhadap GH :
          • pembesaran atrium kiri
          • hipertrofi ventrikel
          • aritmia
          • murmur
          • hipertensi sistemik
        • Kelainan neurologis jarang, tapi dapat berkembang akibat pembesaran tumor hipofise
        • sebagian besar adenoma hipofisis tumbuhnya lambat
        • Glomerulopati dan penyakit ginjal sekunder dapat berkaitan dengan akromegali. 

        Diagnosa
        Pemeriksaan Fisik/Riwayat:

        • Perubahan fisik akromegali berkembang perlahan (bulan s/d tahunan), bisa berupa :
          • kepala lebar
          • kaki besar
          • ↑ berat badan (obesitas),
          • lipatan kulit yang berlebihan, ↑ jarak interdental,
          • penonjolan mandibula (prognathia inferior),
          • lapisan rambut jelek,
          • organomegali.
        • terengah-engah
        • poliuria
        • polidipsia.
        • Tumor mammae yang teraba (mungkin pada anjing)
        • tanda neurologis jarang, mungkin berupa :
        • kelesuan
        • ketumpulan mental
        • defisit proprioseptif
        • berputar-putar
        • kebutaan
        • kejang.
        • Stridor = suara pernapasan saat menarik/membuang nafas. Akibat pertumbuhan berlebihan langit-langit lunak dan jaringan laring.
        • murmur jantung dan aritmia.
        • Dispnea
        • berbagai tanda hipertensi 
        • pincang atau posisi plantigrade

        Hemogram : Eritrositosis akibat efek anabolik GH dan IGF-1

        Biokimia, mungkin terjadi:

        • hiperglikemia
        • hiperkolesterolemia
        • ↑ ALP
        • ↑ kreatinin kinase
        • hiperfosfatemia
        • hipertrigliseridemia
        • hiperglobulinemia
        • ↑ fruktosamin (jika ada  DM) 
        • Azotemia

        Urinalisis:

        • Isosthenuria
        • glukosuria
        • proteinuria
        • Kultur urin dianjurkan.

        Echokardiografi, pada kucing mungkin terjadi:

        • kardiomiopati
        • hipertrofi konsentris ventrikel kiri
        • pembesaran atrium kiri
        • diastolik  abnormal.
        • Tidak ada laporan  echokardiografi dari anjing.

        Radiografi: Organomegali perut dan kardiomegali 

        Pencitraan Lanjutan (CT, MRI):

        • Tumor hipofise dapat terdeteksi
        • massa hipofise
        • penebalan tulang frontal
        • akumulasi jaringan lunak di rongga hidung, dan faring;
        • prognathia inferior (mandibula menonjol)

        Uji Hormon Pertumbuhan (jarang):

        • dapat diukur pada anjing
        • Kadar GH dapat bervariasi sepanjang hari
        • evaluasi tingkat GH saja tidak definitif akromegali.

        Serum IGF-1 Assay:

        • umum digunakan untuk akromegali.
        • IGF-1 tidak berfluktuasi sebanyak  GH
        • waktu paruh yang lebih lama
        • beberapa pasien diabetes mungkin awalnya memiliki kadar IGF-1 rendah - normal yang meningkat setelah  terapi insulin
        • Oleh karena itu, pengukuran IGF-1 harus dilakukan beberapa minggu setelah mulai terapi insulin
        • terapi insulin jangka panjang mungkin meningkatkan IGF-1

        Gejala Klinis

        • polifagia
        • polidipsia
        • poliuria
        • ↑ berat badan
        • wajah lebar
        • kaki membesar
        • pembesaran abdomen
        • lipatan kulit berlebihan
        • organomegali perut
        • massa mammae,
        • ↑ jarak interdental
        • penonjolan mandibula
        • lesu
        • mental tumpul
        • gangguan penglihatan
        • berputar
        • kejang
        • defisit proprioseptif
        • stridor inspirasi,
        • terengah-engah
        • dispnea
        • murmur jantung
        • aritmia jantung
        • pincang
        • sikap plantigrade.

        Etiologi:
        Adenokarsinoma mammae
        Medroksiprogesteron asetat
        Neoplasia
        Neoplasia hipofise
        Obat Progestasional
        Progesteron

        Predileksi Ras/Spesies:
        anjing gembala Jerman (akromegali spontan)

        Predileksi Gender:
        Betina

        Predileksi Usia:
        Dewasa, setengah baya
        Tua

        Prosedur Diagnostik

        • Tingkat hormon pertumbuhan dalam serum   : meningkat
        • Hemogram :   Eritrositosis
        • Urinalisis :
          • Glukosuria
          • glikosuria
          • Ketonuria
          • Proteinuria
          • albuminuria
        • Radiografi abdomen :   Renomegali
        • Radiografi toraks :   Kardiomegali
        • Radiografi kepala/tengkorak : 
          • Mandibula membesar
          • perubahan mandibula
          • perubahan maxilla
        • EKG :
          • ARRHYTHMIA
          • CARDIAC IRREGULARITY
          • ELEKTROKARDIOGRAM ABNORMAL
        • Uji fruktosamin : meningkat
        • Pemeriksaan mata : 
          • Katarak
          • lensa keruh
        • Biokimia  : 
          • ↑ Alanine aminotransferase (ALT)
          • ↑ Alkaline phosphatase (ALP)
          • ↑ Creatine kinase (CK, CPK)
          • Hiperkolesterolemia
          • Hiperglobulinemia
          • Hiperglikemia
          • Hiperfosfatemia
          • Hiperproteinemia
          • Lipidemia
        • CT atau MRI kepala :
          • Neoplasia, tumor
          • Massa hipofise
        • Uji faktor pertumbuhan :↑ insulin 

        Manajemen
        TERAPI KHUSUS

        • Jika ada, hentikan pemberian progesteron eksogen
        • Ovariohisterektomi dan pengangkatan massa payudara direkomendasikan (bila ada)
        • Aglépristone, antagonis reseptor progesteron, untuk mengobati  anjing  akromegali yang diinduksi progesteron.

        TERAPI PENDUKUNG
        Jika ada hipotiroidisme atau DM, berikan terapi yang sesuai.

        MONITOR & PROGNOSIS

        • Pengukuran berulang kadar IGF-1 dan GH
        • perbaikan tanda klinis
        • Prognosis anjing  akromegali akibat kelebihan progesteron baik dengan pengobatan yang tepat.
        • Bedahuntuk mengangkat massa payudara yang mendasari biasanya menghasilkan pengurangan kadar GH dan IGF-1
        • Anjing dengan akromegali dari tumor hipofisis dapat di-eutanasia karena tanda-tanda klinis yang semakin memburuk.

         

         

         


         

        Kategori
        Spesies
        Tags
        Tipe
        References
        • Lunn KF: Feline Acromegaly: Update on Diagnosis & Treatment. ACVIM 2011.
        • Bruyette DS, Wakayama J: Feline acromegaly: The keys to diagnosis. Vet Med 2013 Vol 108 (10) pp. 467-72.
        • Niessen S J M: Acromegaly in Cats. World Small Animal Veterinary Association World Congress Proceedings 2014.
        • Scudder CJ: Feline Hypersomatotropism. ACVIM 2017.
        • Scudder CJ, Niessen SJ, Catchpole B, et al: Feline hypersomatotropism and acromegaly tumorigenesis: a potential role for the AIP gene. Domest Anim Endocrinol 2017 Vol 59 (0) pp. 134-39.
        • Fracassi F, Gandini G, Diana A, et al: Acromegaly due to a somatroph adenoma in a dog. Domest Anim Endocrinol 2007 Vol 32 (1) pp. 43-54.
        • Murai A, Nishii N, Morita T, et al: GH-producing mammary tumors in two dogs with acromegaly. J Vet Med Sci 2012 Vol 74 (6) pp. 771-4.
        • Johnstone T, Terzo E, Mooney CT: Hypothyroidism associated with acromegaly and insulin-resistant diabetes mellitus in a Samoyed. . Aust Vet J 2014 Vol 92 (11) pp. 437-42.
        • Fracassi F, Zagnoli L, Rosenbery D, et al: Spontaneous acromegaly: a retrospective case control study in German shepherd dogs. Vet J 2014 Vol 202 (1) pp. 69-75.
        • Fletcher JM, Scudder CJ, Kiupel M, et al: Hypersomatotropism in 3 Cats without Concurrent Diabetes Mellitus. J Vet Intern Med 2016 Vol 30 (4) pp. 1216-21.
        • Peterson ME, Taylor RS, Greco DS, et al: Acromegaly in 14 cats. J Vet Intern Med 1990 Vol 4 (4) pp. 192-201.
        • Myers J A, Lunn K F, Bright J M: Echocardiographic findings in 11 cats with acromegaly. J Vet Intern Med 2014 Vol 28 (4) pp. 1235-8.
        • Lamb CR, Ciasca TC, Mantis P, et al: Computed tomographic signs of acromegaly in 68 diabetic cats with hypersomatotropism. J Feline Med Surg 2014 Vol 16 (2) pp. 99-108.
        • Fischetti AJ, Gisselman K, Peterson ME: CT and MRI evaluation of skull bones and soft tissues in six cats with presumed acromegaly versus 12 unaffected cats. Vet Radiol Ultrasound 2012 Vol 53 (5) pp. 535-9.
        • Hoier R, Jensen A L, Iversen L: An improved radioimmunoassay for the determination of canine growth hormone based on commercially available reagents. Zentralbl Veterinarmed A 1995 Vol 42 (8) pp. 521-30.
        • Jensen A l, Hoier R: Determination of insulin-like growth factor 1 in dogs using a commercially available immunoradiometric assay1) . Eur J Clin Chem Clin Biochem 1995 Vol 33 (12) pp. 939-945.
        • Rosca M, Forcaca Y, Solcan G, et al: Screening diabetic cats for hypersomatotropism: performance of an enzyme-linked immunosorbent assay for insulin-like growth factor 1. J Feline Med Surg 214 Vol 16 (2) pp. 82-8.
        • Berg RIM, Nelson RW, Feldman ED, et al: Serum insulin-like growth factor-I concentration in cats with diabetes mellitus and acromegaly . J Vet Intern Med 2007 Vol 21 (5) pp. 892-8.
        • Eigenmann J E, Patterson D F, Zapf J, et al: Insulin-like growth factor I in the dog: a study in different dog breeds and in dogs with growth hormone elevation. Acta Endocrinol (Copenh) 1984 Vol 105 (3) pp. 294-301.
        • Rijnberk A, Eigenmann JE, Belshaw BE, et al: Acromegaly associated with transient overproduction of growth hormone in a dog. J Am Vet Med Assoc 1980 Vol 177 (6) pp. 534-7.
        • Bhatti SFM, Duchateau L, Okkens AC, et al: Treatment of growth hormone excess in dogs with the progesterone receptor antagonist aglepristone. Theriogenology 2006 Vol 66 (4) pp. 797-803.
        • Eigenmann JE, Eigenmann RY, Rijnberk A, et al: Progesterone-controlled growth hormone overproduction and naturally occurring canine diabetes and acromegaly. Acta Endocrinol 1983 Vol 104 (2) pp. 167-76.
        • Schwedes CS: Transient diabetes insipidus in a dog with acromegaly. J Small Anim Pract 1999 Vol 40 (8) pp. 392-6.
        • Owen T J, Martin L G, Chen A V: Transsphenoidal Surgery for Pituitary Tumors and Other Sellar Masses. Vet Clin North Am Small Anim Pract 2018 Vol 48 (1) pp. 129-51.
      • Channel

        Acanthosis Nigricans

        Jan 25, 2022
        • Acanthosis nigricans, sebelumnya disebut acanthosis nigricans primer
        • kondisi kulit genetik langka pada dachshund, ditandai adanya :
          • hiperpigmentasi simetris
          • likenifikasi (penebalan)
          • alopesia.
          • biasanya pada aksila dan/atau inguinal
        • Akantosis nigrikans sekunder dapat terjadi pada semua jenis anjing, berhubungan dengan :
          • peradangan di daerah aksila atau inguinal
          • obesitas atau
          • alergi.
        • Akantosis nigrikans belum dilaporkan pada kucing.

        Sinonim:

        • Primary acanthosis nigrans

        Diagnosa
        Pemeriksaan Fisik / Riwayat:

        • dimulai dengan  hiperpigmentasi bilateral pada daerah aksila
        • berlanjut likenifikasi dan alopesia berkembang
        • lesi dapat menyebar ke :
          • kaki depan
          • leher ventral
          • dada
          • selangkangan
          • perut
          • hocks
          • perineum
          • periokular.
        • Kulit kotor, berminyak  dan berbau tidak sedap
        • Infeksi seborrhea, pioderma bakteri, dan Malassezia dapat terjadi sebagai faktor komplikasi
        • Beberapa pasien mungkin gatal.

        Biopsi Kulit:

        • bagian tengah dan tepi lesi hiperpigmentasi dan likenifikasi.
        • Abnormalitas pada histopatologi, bisa berupa :
          • dermatitis perivaskular superfisial hiperplastik
          • hiperkeratosis ringan hingga sedang
          • melanosis epidermal
          • keratosis folikular.
        • perubahan histopatologis akantosis nigrikans mirip dengan dermatitis hiperplastik kronis dari berbagai penyebab yang mendasarinya.
        • Pastikan untuk memberikan ahli patologi :
          • riwayat pasien yang lengkap
          • deskripsi distribusi lesi, dan
          • hasil pemeriksaan diagnostik lainnya

        Sitologi Kulit. Preparat sentuh atau selotip, skin scraping :

        • pertumbuhan berlebih bakteri sekunder dan/atau
        • Malassezia sp. 
        • skin scraping untuk eliminasi kemungkinan demodex 

        Tes Lain:

        • Diagnosa Akantosis dengan eliminasi.
        • Singkirkan penyebab lain dari dermatitis intertriginosa aksila dan inguinalis, seperti :
          • Alergi makanan
          • dermatitis atopik

        Gejala Klinis

        • hiperpigmentasi
        • likenifikasi
        • alopecia pada area yang terkena
        • Pruritus mungkin ada
        • Bakteri pioderma, seborrhea, atau Malassezia sp.
        • infeksi dapat menjadi faktor komplikasi

        Etiologi:

        • Genetik, keturunan
        • Idiopatik, tidak diketahui
        • ketidakseimbangan hormon : cushing, hipotiroidisme, hormon reproduksi
        • Alergi : makanan, atopik dermatitis

        Predileksi ras:

        • dachshund
        • Miniatur dachshund (wire hair)

        Predileksi gender:
        Tidak ada

        Predileksi Usia:

        • muda
        • < 2 tahun

        Prosedur Diagnostik

        • Biopsi dan histopatologi kulit :   
          • Peningkatan melanin kulit
          • Melanosis epidermis
          • Keratosis folikel
          • Hiperkeratosis ortokeratosis
          • Parakeratosis, keratinosit berinti

        Manajemen

        • Primer / genetik tidak dapat disembuhkan
        • Sekunder, terapi / singkirkan penyebab, seperti :
          • infeksi kapang  → antibiotik
          • infeksi bakteri  → antibiotik
          • Hypothyroidism (overactive thyroid) 
          • Allergic dermatitis :
            • diet khusus
            • anti gatal : cyclosposrin, kortikosteroid (topikal), antibodi monoklonal (cytopoint), oclacitinib (apoquel)
          • Mange (mites) → anti ektoparasit
          • Obesitas :
            • manajemen berat badan
            • diet khusus
            • aktivitas fisik
        • Lain-lain :
          • injeksi melatonin
          • anti seborrhoic shampoo
          • Vitamin E
        Kategori
        Spesies
        Tipe
      • Channel

        Acral Lick Dermatitis

        Jan 25, 2022

        Acral Lick Dermatitis (ALD) :

        • sindrom pada anjing
        • kronis
        • trauma disebabkan diri sendiri 
        • terlokalisir
        • menyebabkan plak ulserasi pada kaki
        • ALD tidak terjadi pada kucing, terjadi juga pada sapi, manusia, dan spesies hewan lainnya.

        Sinonim:

        • Lick granuloma
        • Acral pruritic nodule
        • Acral lick granuloma

        Etiologi dan Patofisiologi

        • prevalensi ALD  2,9% (pada 559 kasus).
        • penyebab umum Alergi dan kondisi perilaku
        • Infeksi bakteri sekunder dapat terjadi pada ALD
        • Infeksi sekunder dan reaksi benda asing dari folikel rambut yang pecah (furunculosis) memperparah ALD
        • Lesi kulit yang terkikis atau ulseratif akibat jilatan/gigitan bisa menjadi gatal
        • Menjilati menyebabkan pelepasan endorfin, menenangkan anjing dan menekan persepsi nyeri.
        • dapat berhubungan dengan :
          • luka,
          • neoplasia fokal,
          • pungsi vena lokal, atau
          • infeksi fokal

        Diagnosa

        • Tujuan menentukan faktor utama yang mendasari dan menyingkirkan kondisi yang mirip ALD

        Pemeriksaan Fisik:

        • Lesi  dapat berbentuk oval sampai bulat
        • krusta eritematosa atau plak yang berkembang menjadi plak atau nodul yang keras, menebal, alopesia, dengan ulserasi dan jaringan parut.
        • riwayat pasien yang menyeluruh adalah penting untuk setiap kasus
        • Luka sebelumnya atau cedera lain pada anggota tubuh yang terkena dapat menunjukkan penyebab ortopedi atau neurologis
        • Meskipun kebiasan menjilati tidak terpengaruh musim, tidak mengesampingkan atopi

        Sitologi Kulit, preparat sentuh :

        • Pencet area yang terkena untuk melepaskan kotoran dan eksudat dari lesi

        Sitologi kulit, fine needle aspiration : terutama untuk nodul 

        Kerokan Kulit / Hair pluck: Lakukan beberapa kali  untuk mengilimnasi kemungkinan demodikosis

        Radiografi: bila ada riwayat masalah ortopedik.

        Biopsi Kulit/Histopatologi:

        • Lakukan biopsi kulit untuk memastikan diagnosis dan menyingkirkan kondisi lain yang mirip.
        • Untuk  evaluasi epidermis, pilih lokasi biopsi non-ulserasi untuk biopsi. Mungkin terlihat:
          • Folikulitis
          • furunculosis,
          • hidradenitis

        Evaluasi Dermatofita:

        • bisa dengan kultur atau PCR.
        • kerion (radang & bengkak) dermatofita sering mirip lesi ALD.

        Sinyalemen

        • Usia rata-rata 4 tahun.
        • Anjing ras besar lebih sering

        Gejala Klinis

        • batas lesi jelas,
        • berupa plak alopesia
        • Permukaan mungkin terkikis atau ulserasi.
        • Kaki depan distal paling sering
        • lesi juga dapat terjadi di daerah lain

        Etiologi:

        • Alergi
        • Radang sendi, degeneratif
        • Atopi
        • Neoplasia
        • Perilaku obsesif-kompulsif
        • Perilaku psikogenik

        Predileksi Ras

        • Boxer
        • Doberman pinscher
        • German shepherd dog
        • Golden retriever
        • Great Dane
        • Labrador retriever
        • Large breed dogs
        • Weimaraner

        Predileksi gender
        Tidak ada

        Predileksi Usia:
        Tidak ada

        Prosedur Diagnostik:     

        • Sitologi kulit  
          • infeksi sekunder bakteri atau kapang
        • Biopsi dan histopatologi kulit :
          • SELULITIS
          • Melanin kulit meningkat
          • Serat kolagen kulit menebal, fibroplasia
          • Hiperplasia epidermal dengan hiperkeratosis kompak
          • Furunkulosis lesi kulit
          • pola celah kolagen vertikal (vertical streaking)
        • Kultur jaringan:   Kultur aerobik mungkin positif  patogen
        Kategori
        Spesies
        Tipe
        Diagnosa banding
      • Channel

        Alopecia Areata

        Jan 25, 2022
        • Alopecia areata (AA) adalah penyakit kulit autoimun yang jarang
        • alopecia non-inflamasi dan non-jaringan parut pada anjing
        • akibat kerusakan selektif dan reversibel pada folikel rambut anagen.
        • memiliki area alopecia simetris fokal hingga multifokal yang jelas
        • biasanya mulai di kepala.
        • Rambut berpigmen hilang terlebih dahulu
        • mungkin ada Leukotrikia (rambut putih).
        • Leukotrikia bisa bertahan beberapa siklus rambut atau permanen
        • Melanoderma (↑ pigmentasi kulit) atau onikodistrofi (perubahan warna kuku) juga dapat terjadi.
        • Klasifikasi :
        • Alopecia areata totalis (AAT, alopecia totalis) → seluruh kulit kepala.
        • Alopecia areata universalis (AAU, alopecia universalis) → seluruh tubuh manusia

        Sinonim:

        • Alopecia areata universalis
        • Alopecia universalis

        Etiologi dan Patofisiologi

        • dianggap jinak, ringan,
        • penyakit kosmetik dari kelainan pada siklus pertumbuhan rambut, seperti :
          • distrofi anagen
          • telogen berkepanjangan
          • siklus rambut lebih pendek
        • dapat diinduksi oleh :
          • genetik
          • hormonal
          • dimediasi imun
        • multifaktorial dan patogenesanya belum diketahui dengan pasti, mungkin dipengaruhi:
          • faktor lingkungan
          • stres dengan kortisol yang dihasilkan produksi,
          • vaksinasi,
          • infeksi
          • diet.
        • Pemicu dapat mengaktifkan sel T autoreaktif (T sitotoksik, T helper) dan sel dendrit  ⇒ autoantibodi IgG mentarget  protein folikel rambut (seperti trichohyalin) dan Melanosit folikel ⇒ kekebalan folikel rambut hilang, Rambut berpigmen hilang
        • Respon positif terhadap terapi imunomodulator
        • Ada kecenderungan genetik
        • AA terjadi juga pada :
          • manusia
          • primata non-manusia
          • anjing
          • kucing
          • kuda
          • sapi
          • tikus
          • unggas

        Diagnosa
        Pemeriksaan Fisik :

        • AA ditandai dengan area fokal alopecia noninflamasi
        • terutama  kepala, wajah, dan/atau pinnae
        • Lesi bisa simetris bilateral atau soliter
        • Leukotrichia dapat terjadi lebih awal dan bertahan melalui beberapa siklus rambut
        • Displasia kuku (yaitu trachyonychia dengan  permukaan tidak teratur) 

        Trichogram:

        • Sitologi pangkal rambut berbentuk stik golf.
        • Rambut pendek dan retak
        • bagian proksimal meruncing
        • bagian distal yang berjumbai dan rusak

        Biopsi Kulit/Histopatologi:

        • Jika memungkinkan,beberapa biopsi punch dari lokasi sepanjang radius lesi alopesia
        • mungkin  ada :
        • peradangan limfoplasmacytic perivaskular ringan
        • sel mononuklear (seperti limfosit, sel plasma, histiosit) berkumpul di :
          • bulbar
          • peribulbar
          • dan perifollicular
        • infiltrasi limfosit dari daerah folikel rambut hingga ke isthmus
        • apoptosis keratinosit basal (Civatte body)
        • inkontinensia pigmentasi (tidak seragam)
        • akumulasi mucin
        • Neutrofil dan eosinofil peribulbar
        • atrofi atau distrofi folikel

        lihat juga : anatomi rambut

        Predileksi Ras

        • Anjing gembala Jerman
        • dachshund
        • beagle
        • Labrador retriever

        Gejala Klinis

        • alopecia noninflamasi yang asimtomatik dan batas jelas.
        • dapat mempengaruhi rambut hitam, menyebabkan leukotrikia
        • Trachyonychia mungkin ada
        • Lesi biasanya sekitar pada wajah dan telinga
        • pada  AAU, alopecia menyeluruh termasuk bulu mata dan vibrissae

        Etiologi:

        • Idiopatik, tidak diketahui
        • immune mediated

        Prosedur Diagnostik:

        • Biopsi dan histopatologi kulit :
          • dominan folikel catagen dan telogen
          • folikulitis
          • Folikel rambut tidak ada
          • Folikel rambut atrofi
          • infiltrasi histiosit perifolikular
          • Infiltrat inflamasi perifollicular
          • infiltrasi limfosit perifollicular

        Manajemen

        • Sebagian besar anjing tumbuh kembali rambutnya dalam waktu 6-12 bulan
        • kortikosteroid topikal atau oral, tacrolimus
        • kortikosteroid kurang efektif dibandingkan AA pada manusia
        Kategori
        Tipe
        References

         

      • Channel

        Alopecia X

        Jan 25, 2022
        • Alopecia X, sesuai namanya, masih misteri, banyal yang belum diketahui
        • menyebabkan alopecia non-inflamasi pada anjing dewasa.
        • Meskipun polanya mirip dengan penyakit endokrin (hyperadrenocorticism), patogenesisnya belum jelas
        • Konsentrasi hormonal serum bervariasi &  tidak berkorelasi dengan pertumbuhan rambut kembali
        • Perubahan rambut terjadi saat puber, tapi usia onset berkisar antara 1-10 tahun.
        • mungkin ada faktor genetik
        • merupakan penyakit kosmetik dan anjing tetap sehat. .

        Sinonim:

        • Hair Cycle Arrest
        • Pseudo-Cushing’s Syndrome
        • Growth Hormone Deficiency of the Adult Dog
        • Hyposomatotropism of the Adult Dog
        • Growth Hormone-Responsive Dermatosis
        • Castration-Responsive Dermatosis
        • Sex Hormone Dermatosis
        • Estrogen-Responsive Dermatosis
        • Testosterone-Responsive Dermatosis
        • Biopsy-Responsive Alopecia
        • Adrenal Sex Hormone Disorder
        • Congenital Adrenal Hyperplasia
        • Mitotane-Responsive Dermatosis
        • Nordic Breed Follicular Dysplasia
        • Follicular Dysplasia of the Siberian Husky And Malamute
        • Malamute Coat Funk
        • Wooly Syndrome
        • Black Skin Disease
        • Post-Clipping Alopecia
        • Deskripsi Penyakit:

        Etiologi dan Patofisiologi

        • Patogenesis belum jelas
        • mungkin berhubungan dengan :
          • steroid adrenal (17-hidroksiprogesteron)
          • hormon seks
          • ketidakseimbangan hormon gonad
          • ketidakseimbangan siklus pertumbuhan rambut
          • hormon abnormal pada folikel rambut 
          • faktor genetik
          • perubahan reseptor folikel rambut

        Diagnosa banding:

        • Hipotiroidisme, dapatan
        • Hiperadrenokortikalis, Adrenal-Dependent
        • Hiperadrenokortikalis, Pituitary-Dependent
        • Flank alopecia
        • Color dilution alopecia
        • Demodex
        • Dermatofitosis
        • Sebaceous adenitis
        • Anagen defluxion
        • Telogen defluxion

        Diagnosa

        • Tes diagnostik mungkin perlu untuk mengeliminasi penyakit lain

        Pemeriksaan Fisik :

        • Gejala bervariasi berdasarkan stadium penyakit
        • Awalnya bulu yang kusam dan kering
        • Kemudian alopecia di :
          • leher
          • ekor
          • badan
          • perineum
          • paha
        • Hiperpigmentasi mungkin ada

        Biopsi Kulit: 

        • menunjukkan penghentian siklus rambut difus
        • dominan folikel rambut telogen
        • flame follicle 

        Hormon Tiroid: tiroksin &  Thyroid releasing hormon (TRH)  normal.

        Hormon Steroid Adrenal: Untuk mengetahui gangguan hormon adreanal

        Kortisol urin: rasio kreatinin: kortisol urin mungkin normal atau meningkat

        Etiologi

        • penyebab berhentinya siklus rambut tidak diketahui
        • kemungkinan bahwa Alopecia X mewakili kompleks penyakit, bukan penyakit tunggal.
        • Pertumbuhan kembali rambut tidak berhubungandengan konsentrasi serum hormon steroid adrenal.
        • Hambatan pertumbuhan rambut bersifat lokal, bukan sistemik

        Gejala Klinis

        • awal, lapisan "uppercoat" hilang
        • Rambut kusam dan  tekstur kering
        • Lanjutan, alopecia lengkap pada
          • leher
          • ekor
          • dorsum caudal
          • perineum
          • paha caudal
          • dapat menjadi hiperpigmentasi
        • anjing sehat dan tidak memiliki tanda-tanda sistemik (seperti poliuria, polidipsia, polidipsia)

        Etiologi:

        • Genetik
        • Idiopatik

        Predileksi Ras

        • Alaskan malamute
        • Chow chow
        • Keeshond
        • Miniature poodle
        • Pomeranian
        • Samoyed
        • Siberian husky

         

        Predileksi Usia:

        • Dewasa, setengah baya
        • Tua
        • Muda

         

        Prosedur Diagnostik

        • Tes hormon seks :
        • ↑ Hormon seks
        • Biopsi dan histopatologi kulit
        • kerusakan akar rambut Anagen
        • Dominan folikel catagen dan telogen
        • ↑ melanin kulit
        • Melanosis epidermis
        • Folikel api (flame follicle)
        • Atrofi folikel
        • Keratosis folikel
        • kerusakan batang rambut
        • Keratinisasi trikolemal abnormal

        Manajemen

        • Bedah
          • sterilisasi merupakan alternatif karena dapat menyebabkan pertumbuhan rambut
          • 60 % yang disteril tumbuh kembali rambutnya
          • Jika gagal, atau berulang mungkin perlu obat-obatan sistemik
        • Terapi Medis Sistemik
          • Trilostane (Vetoryl®, Dechra) 3,6-10,8 mg/kg PO q 24 jam
            • adalah inhibitor kompetitif dan reversibel dari enzim 3β-hydroxysteroid dehydrogenase.
            • penting untuk produksi adrenal glukokortikoid, mineralokortikoid dan hormon seks
            • Mungkin diperlukan beberapa minggu hingga bulan untuk pertumbuhan kembali setelah trilostane dimulai.
            • Setelah  tumbuh kembali, dosisditurunkan.
            • Jika rambut gagal tumbuh kembali dosis disesuaikan
          • Melatonin
            • adalah neurohormon yang diproduksi oleh kelenjar pineal
            • penting dalam siklus reproduksi
            • menyebabkan pertumbuhan kembali rambut tanpa perubahan signifikan hormon seks serum
            • sekitar 40% kasus tumbuh kembali rambutnya
            • respon tidak konsisten
            • efek samping lesu
            • kontraindikasi pada DM → resitensi insulin
            • Dosis :
              • 3-6 mg per anjing PO setiap 12 jam (2-3 bulan) atau
              • 0,5 mg/kg PO setiap 12 jam
              • injeksi 12,5 mg SC setiap 2 minggu
              • Implan subkutan (Dermatonin®, Melatek):
                • 8 mg untuk anjing <9 kg,
                • 12 mg untuk anjing 9-18 kg,
                • 18 mg untuk anjing >18 kg.
                • Perawatan ulang mungkin diperlukan 1-2 kali setahun.
                • implan kadang menyebabkan abses atau granuloma steril
          • Deslorelin (Suprelorelin®, Virbac)
            • agonis gonadotropin releasing hormon
            • tingkat keberhasilan 60-75%
            • implan  4,7 mg SC
            • tumbuh kembali dalam 3-6 bulan
          • Medroxyprogesterone acetate (MPA)
            • progestin sintetis
            • 5 -10 mg/kg SC setiap 4 minggu (total 4 suntikan)
            • potensi efek samping pemberian jangka panjang :
              • nodul mammae
              • hiperplasia endometrium kistik
              • diabetes mellitus 
          • Fulvestrant (Faslodex®, AstraZeneca)
            • antagonis reseptor estrogen
            • 20 mg/kg IM 1x/bulan selama 2 bulan berturut-turut
          • Mitotan (o,p'-DDD, Lysodren®, Bristol-Myers Squibb)
            • agen sitotoksik menyebabkan nekrosis selektif korteks adrenal
            • mekanisme tidak diketahui
            • Dosis :
              • 15-25 mg/kg PO setiap 24 jam selama 5-7 hari,
              • dilanjutkan 25 mg/kg PO dua kali seminggu
          • Ketoconzole 10-15 mg/kg BID
        • Terapi Topikal
          • Microneedling
            • bentuk lokal, kecil, trauma kulit yang merangsang pertumbuhan kembali rambut.
            • Mekanisme belum jelas
            • alat microneedling Jerman (yaitu MC915 dan MC925; Dermaroller® GmBh, Wolfenbuettel)
            • pertumbuhan rambut difus  90% setelah 5 -12 minggu
            • panjang jarum mikro sepanjang 2,5 mm
            • kulit sedikit eritematosa (microbleeding), tapi sembuh dalam beberapa jam.

        Monitor & Prognosa

        • monitor efek samping obat
          • trilostane atau mitotane → hipoadrenokortisisme, tes stimulasi ACTH, profil biokimia,
        • dapat kambuh kembali
        • pertumbuhan rambut spontan ada tapi jarang
        • prognosa baik, anjing tetap sehat, karena penyakit bersifat kosmetik

         

           

           

          Kategori
          Spesies
          Tags
          Tipe
          References
          • Miller W H, Griffin C E, Campbell K L, et al: Hair cycle arrest. Muller & Kirk Small Animal Dermatology 201 pp. 501-37.
          • Cerundolo R: Canine alopecia X. Companion Anim 2009 Vol 14 pp. 47-52.
          • Frank L A: Oestrogen receptor antagonist and hair regrowth in dogs with hair cycle arrest (alopecia X). Vet Dermatol 2007 Vol 18 (1) pp. 63-6.
          • Cerundolo R, Lloyd DH, Persechino A, Evans H, Cauvin A: Treatment of canine Alopecia X with trilostane. Vet Dermatol 2004 Vol 14 pp. 285-293.
          • Bernardi de Souza L, Paradis M, Zamberlam G, et al: Identification of 5-reductase isoenzymes in canine skin. Vet Dermatol 2015 Vol 26 (5) pp. 363-e81.
          • Frank LA, Donell RL, Kania SA: Oestrogen receptor evaluation in Pomeranian dogs with hair cycle arrest (alopecia X) on melatonin supplementation. Vet Dermatol 2006 Vol 17 (4) pp. 252-8.
          • Albanese F, Malerba E, Abramo F: Deslorelin for the treatment of hair cycle arrest in intact male dogs. Vet Dermatol 2014 Vol 25 (6) pp. 519-22,e87-88.
          • Muentener T, Schuepbach-Regula G, Frank L. et al: Canine noninflammatory alopecia: a comprehensive evaluation of common and distinguishing histological characteristics. Vet Dermatol 2012 Vol 23 (3) pp. 206-e44.
          • Frank LA, Hnilica KA, Rohrbach BW, Oliver JW: Retrospective evaluation of sex hormones and steroid hormone intermediates in dogs with alopecia. Vet Dermatol 2003 Vol 14 (2) pp. 91-97.
          • Frank LA, Hnilica KA, Oliver JW: Adrenal steroid hormone concentrations in dogs with hair cycle arrest (Alopecia X) before and during treatment with melatonin and mitotane. Vet Dermatol 2004 Vol 15 (5) pp. 278-284.
          • Stoll S, Dietlin C, Nett-Mettler CS: Microneedling as a successful treatment for alopecia X in two Pomeranian siblings. Vet Dermatol 2015 Vol 26 (5) pp. 387-e88.
          • Walder EJ, Ihrke PJ, Affolter VK. et al: Diseases of the Dog and Cat. Clinical and Histopathologic Diagnosis, 2nd ed. Oxford, UK: Blackwell Science 2005 pp. 494-97.
          • Rest JR, Lloyd DH, Cerundolo R: Histopathology of alopecia . Vet Dermatol 200 Vol 15 pp. s1-23.
          • Ashley PF, Frank LA, Schmeitzel LP, et al: Effect of oral melatonin administration on sex hormone, prolactin, and thyroid hormone concentrations in adult dogs. J Am Vet Med Assoc 1999 Vol 215 (8) pp. 1111-5.
          • Frank LA, Watson JB: Treatment of alopecia X with medroxyprogesterone acetate. Vet Dermatol 2013 Vol 24 (6) pp. 624-7, e153-4.
          • Frank LA: Growth hormone-responsive alopecia in dogs. J Am Vet Med Assoc 2005 Vol 226 (9) pp. 1494-7.
          • Paradis M: Alopecia X. . Am Acad Vet Dermatol Newsletter 200 pp. summer:12.
          • Koch SN, Torres SMF, Plumb DC: Melatonin. Canine and Feline Dermatology Drug Handbook Ames,IA, Wiley-Blackwell 2012 pp. 139-41.
          • Miller WH, Griffin CE, Campbell KL: Dermatologic Therapy. Muller & Kirk Small Animal Dermatology, 7th ed. St. Louis, MO: Elsevier Mosby 2013 pp. 200-388.
          • Mausberg E M, Leeb T, Dolf G, Rufenacht S, et al: Evaluation of the CTSL2 gene as a candidate gene for alopecia X in Pomeranians and Keeshonden. Anim Biotechnol 2007 Vol 18 (4) pp. 291-6.
          • Mausberg E M, Drogemuller C, Rufenacht S, et al: Inherited alopecia X in Pomeranians. DTW. Dtsch. Tierarztl 2007 Vol 114 (4) pp. 129-34.
          • Mausberg E M, Drogemuller D, Dolf G, et al: Exclusion of patched homolog 2 (PTCH2) as a candidate gene for alopecia X in Pomeranians and Keeshonden. Vet Rec 2008 Vol 163 (4) pp. 121-3.
          • Leone F, Cerundolo R, Vercelli A, et al: The use of trilostane for the treatment of alopecia X in Alaskan malamutes. J Am Anim Hosp Assoc 2005 Vol 41 (5) pp. 336-42.
          • Cerundolo R, Lloyd D H, Vaessen M M A R, et al: Alopecia in pomeranians and miniature poodles in association with high urinary corticoid:creatinine ratios and resistance to glucocorticoid feedback. Vet Rec 2007 Vol 160 (12) pp. 393-7.
        • Channel

          Actinomikosis anjing

          Jan 25, 2022
          • penyakit pyogranulomatous atau supuratif akibat bakteri Actinomyces sp.
          • normalnya bakteri nonpatogen yang ditemukan di rongga mulut
          • mungkin masuk jarungan akibat gigitan
          • sering di anjing, jarang di kucing
          • ada risiko zoonosis, meskipun jarang
          • Spesies yang mungkin terlibat pada infeksi anjing dan kucing :
            • A. viscosus
            • A. hordeovulnaris
            • A. bowdenii
            • A. meyeri
            • A. canis
            • A. Israeli
            • A. odontolyticus
            • A. pyogenes.

          Sinonim:
          Infeksi Actinomyces

           

          Actionomyces filamen bercabang
          Actionomyces filamen bercabang

          Etiologi dan Patofisiologi

          • Actinomyces sp. bakteri gram positif,
          • non-asam cepat,
          • bakteri batang anaerob berfilamen
          • bagian dari flora bakteri normal mulut.
          • kolonisasi pada permukaan mukosa periodontal dan melekat pada permukaan gigi
          • Organisme ini merupakan patogen oportunistik
          • daerah yang paling sering terkena :
            • cervicofacial (48%)
            • dada
            • perut
            • ruang retroperitoneal
            • jaringan subkutan
          • juga dapat menyebabkan infeksi pada :
            • mata
            • perikardium
            • sistem saraf pusat (SSP),
            • vertebra.
          • infeksi pada daerah cervicofacial, dapat disebabkan
            • Luka gigitan
            • gingivostomatitis kronis
            • perforasi orofaring oleh benda asing
          • Infeksi toraks dapat terjadi akibat :
            • perforasi esofagus
            • aspirasi bahan orofaringeal, atau
            • perluasan infeksi abdomen
          • Infeksi perut biasanya
            • akibat organisme yang tertelan
            • atau benda asing yang menembus mukosa GI.
          • Infeksi Ruang retroperitoneal
            • rumput yang bermigrasi atau
            • bahan vegetatif yang bermigrasi dari rongga perut atau rongga dada ke retroperitoneal
          • Jaringan subkutan dapat terinfeksi Actinomyces spp. dari :
            • perluasan langsung penyakit di daerah lain, atau
            • dari luka gigitan yang terinfeksi,
            • penetrasi benda asing,
            • laserasi yang terkontaminasi  jilatan.
          • Actinomycosis merupakan infeksi polimikroba, bisa bersama bakteri :
            • Bacteroides
            • E. coli,
            • Corynebacterium,
            • Pasteurella,
            • Staphylcoccus aureus,
            • Fusobacterium,
            • Streptococcus
            • Actinomyces sp. mengikat reseptor sel pada bakteri lain, dan menyebabkan :
              • kemotaksis neutrofil
              • mengaktifkan makrofag
              • merangsang hiperplasia limfosit B
              • menghambat fagositosis neutrofil
            • Menghancurkan jaringan ikat dengan :
              • Enzim proteolitik dari bakteri terkait
              • degranulasi neutrofil, dan makrofag
            • Lesi khas aktinomikosis  :
              • lapisan padat Actinomyces dan bakteri terkait
              • dikelilingi oleh neutrofil, sel plasma, dan makrofag.

          Diagnosa
          Pemeriksaan Fisik/ Riwayat:

          • Tergantung pada wilayah tubuh yang terinfeksi
          • Pembengkakan subkutan (68%) bisa lunak atau keras, ulserasi / abses (65%), dan/atau fistula (48%)
          • paling sering terkena daerah :
            • leher
            • mandibula
            • submandibular
          • Daerah lainnya :
            • wajah,
            • dinding dada
            • panggul
            • perut
            • ruang retrobulbar
            • SSP
            • rongga pleura
            • tulang
            • mata
            • anggota badan lain
            • juga dapat terpengaruh.
          • Limfadenopati
          • demam (36%)
          • penurunan berat badan
          • massa abdomen dapat teraba
          • nyeri (13%)
          • Lesi bisa memiliki cairan serosanguinosa hingga purulen, berbau busuk
          • mungkin mengandung butiran kuning makroskopik (butiran belerang),terdiri dari agregat bakteri. 

          Hitung Darah Lengkap/Profil Biokimia:

          • biasanya normal pada infeksi fokal
          • bila meluas :
            • leukositosis
            • neutrofilia left shift
            • monositosis
            • anemia
            • hipoalbuminemia
            • hipoglikemia
            • hiperglobulinemia

          Radiografi:

          • tergantung lokasi
          • Radiografi aktinomikosis toraks  :
            • infiltrat paru alveolar dan interstisial
            • efusi pleura
            • massa paru
            • mediastinum yang melebar
            • osteomielitis tulang rusuk, sternum, atau vertebra toraks.
          • Aktinomikosis dapat muncul bersamaan dengan neoplasia paru.
          • Massa perut dan efusi dapat bersamaan dengan aktinomikosis perut
          • Osteomielitis vertebra dapat bersamaan dengan actinomycosis retroperitoneal

          Sitologi aspirasi:

          • peradangan pyogranulomatosa
          • populasi bakteri campuran
          • Actinomyces terlihat berbentuk batang berserabut bercabang
          • bisa individu atau lapisan padat (butiran bakteri).

          Kultur:

          • untuk konfirmasi
          • Actinomyces sp ada yang anaerob obligat dan fakultatif
          • spesimen dikumpulkan dan diproses secara anaerobik
          • Kultur  pada agar darah atau media tioglikolat dengan 5-10% karbon dioksida
          • Cukup  sulit dikultur
          • Kultur biasanya positif untuk 3-5 bakteri terkait
          • perlu waktu 5-7 untuk tumbuh, bahkanhingga 2-4 minggu

           

          Etiologi
          spesies paling sering diidentifikasi pada anjing :

          • A. viscosus
          • A. hordeovulnaris
          • Kadang-kadang :
            • A. bowdenii
            • A. canis
            • A. israeli
            • A. odontolyticus.
          • Bentuk paling umum pada anjing :
            • daerah cervicofacial
            • perut ( subkutan )
            • dada ( subkutan )
            • ruang retroperitoneal.

          Sinyal
          Aktinomikosis paling sering terjadi pada anjing ras besar hingga paruh baya.6 Anjing pemburu memiliki insiden penyakit tertinggi. Aktinomikosis pada anjing pemburu/outdoor paling sering disebabkan oleh bahan tanaman yang terhirup atau tertelan.8

          Gejala Klinis

          • bervariasi tergantung pada daerah yang terlibat
          • aktinomikosis toraks :
            • batuk
            • takipnea
            • dispnea.
            • Pleuritis dan perikarditis
            • Endokarditis aktinomikosis jarang dilaporkan pada anjing
          • aktinomikosis abdomen
            • Distensi abdomen
            • nyeri abdomen
            • massa abdomen teraba
          • aktinomikosis  retroperitoneal
            • nyeri punggung
            • paresis/paralisis ekstremitas belakang.
          • Massa subkutan biasanya sekunder akibat luka gigitan pada kucing.
            • Massa bisa lunak atau keras
            • ulserasi
            • mungkin ada saluran drainase
          • sebagian besar demam
          • penurunan berat badan
          • lesu
          • anoreksia.
          • Endoftalmitis dan keratitis juga dapat terjadi.
          • kadang-kadang dapat mengenai ekstremitas, bengkak & pincang
          • infeksi SSP :
          • kejang
          • mentalitas abnormal
          • nyeri leher atau lumbal
          • ataksia
          • kelumpuhan

          Etiologi:

          • Actinomyces bowenii
          • Actinomyces canis
          • Actinomyces hordeovulneris
          • Actinomyces sp.
          • Actinomyces viscosus

          Predileksi ras:

          • Anjing pemburu
          • Anjing ras besar

          Predileksi gender:
          Jantan

          Predileksi Usia:

          • Dewasa, setengah baya
          • muda
          Pertumbuhan tulang baru periosteal (panah) terdapat pada aspek ventral corpus vertebral L-2 dan L-3. (Courtesy David F. Edwards, Universitas Tennessee, Knoxville, TN.)
          Pertumbuhan tulang baru periosteal (panah) terdapat pada ventral  vertebral L-2 dan L-3. (Courtesy David F. Edwards, Universitas Tennessee, Knoxville, TN.)

          Prosedur Diagnostik:    

          • Hemogram :
            • ANEMIA
            • Leukositosis
            • monositosis
            • Neutrofilia
          • Radiografi kerangka - tulang/sendi yang terlibat :
            • Osteomielitis
            • Proliferasi periosteum
          • Radiografi thorax :  
            • Mediastinum melebar
            • EFUSI PLEURA
            • Pola alveolus paru
            • Pola interstitial paru
            • INFILTRASI PARU, PNEUMONIA
            • Nodul paru-paru
            • Massa toraks
          • Ekokardiografi dengan Doppler   :
            • EFFUSI PERIKARDIAL
          • Aspirasi jarum atau sitologi apusan eksudat :
            • Butiran hemoragik
            • Eksudat piogranulomatosa
            • Eksudat supuratif
          • Pemeriksaan mata
          • Aqueous flare
          • Oftalmitis atau panoftalmitis

          • Biokimia serum : 
            • Hiperbilirubinemia, peningkatan bilirubin
            • Hiperglobulinemia
            • Hipoalbuminemia
            • Hipoglikemia
            • Hipoproteinemia
          • Ultrasonografi abdomen   
            • Massa perut internal
            • Efusi
            • Peritonitis
          • Kultur jaringan, bahan yang terlibat :   
            • Actinomyces diisolasi dan diidentifikasi
          • Analisis cairan, pleura :
            • Efusi pleura seperti sup krim tomat
            • Empiema, pyotoraks
            • Efusi hemoragik
            • Butiran seperti belerang
          • Analisis cairan, lumbal serebrospinal (CSF) :
            • Pleositosis,↑ sel 

            • Pleositosis neutrofilik

            • ↑ Protein 

          Manajemen

          • Drainase Abses
          • Lavage  & Pembuangan Jaringan
          • Antibiotik –  dapat berlanjut selama berbulan-bulan bila infeksi meluas
          • Analgesik 
          • Pembedahan – Jika abses besar
          Drug Spesies Dosis Rute Interval (jam)
          Pilihan pertama        
          Ampicillin (amoxicillin) Anjing, kucing 20–40 mg/kg IM, SC, PO 6
          Sekunder        
          Penicillin G Anjing, kucing 100,000 U/kg IV, IM, SC 6–8
          Penicillin G Anjing, kucing 40 mg/kg PO 8
          Penicillin V Anjing, kucing 40 mg/kg PO 8
          Clindamycin Anjing, kucing 5 mg/kg SC 12
          Erythromycin Anjing, kucing 10 mg/kg PO 8
          Chloramphenicol Anjing 50 mg/kg PO, IV, IM, SC 8
          Kucing 10-20 mg/kg PO, IV, IM, SC 12
          Rifampin Anjing 10 mg/kg PO 12
          Minocycline Anjing, kucing 5–25 mg/kg IV, PO 12
          doxycyclin Anjing, kucing 5-10 mg/kg PO 12
          cephalosporin generasi ke tiga        
          Kategori
          Spesies
          Tipe
          Diagnosa banding
        • Channel

          Brucellosis

          Jan 25, 2022
          • Brucellosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi anggota genus bakteri, Brucella.

          Etiologi

          • Enam spesies klasik Brucella telah diidentifikasi yang memiliki preferensi inang spesifik
          • yang dapat menyebabkan penyakit pada anjing :
            • B. canis
            • B. melitensis
            • B. suis
            • B. abortus
          • B. canis :
            • kecil
            • gram negatif
            • aerobik
            • coccobacillus
            • memiliki kadar lipopolisakarida(LPS) yang lebih sedikit
            • inang yang terbatas
            • manusia dapat terinfeksi B. canis tetapi tampaknya relatif resisten


          Penularan

          • B. canis menginfeksi inang dengan
            • menembus selaput lendir :
            • terutama rongga mulut
            • vagina
            • konjungtiva.
          • Penularan biasanya terjadi melalui
            • genital
            • konsumsi
            • inhalasi.
          • Penularan transplasenta dan penularan melalui susu jarang
          • B. canis dikeluarkan melalui:
            • urin,
            • sekret vagina,
            • air mani,
            • bahan yang diaborsi (konsentrasi paling tinggi),
            • susu (konsentrasi sedkit)
            • sekret hidung
            • urin
            • saliva.

          Patofisiologi

          • B. canis difagosit oleh makrofag
          • bertahan intraseluler,
          • diangkut ke jaringan limfatik dan saluran genital dan kemudian berkembang biak
          • Beberapa organisme dapat bertahan dalam fagosit mononuklear
          • Bakteremia dimulai 1-4 minggu setelah infeksi
          • Bakteremia dapat berlangsung  6-64 bulan
          • Jumlah terbesar  terdapat pada
            • kelenjar getah bening
            • limpa
            • jaringan gonad.
          • dapat menyebar ke jaringan lain, seperti
            • ginjal
            • mata
            • diskus intervertebralis
            • selaput otak (meningen)↓

          Diagnosa
          Pemeriksaan Fisik /Riwayat:

          • Anjing mungkin tidak memiliki kelainan pada pemeriksaan fisik.
          • Anjing jantan cenderung memiliki gejala klinis lebih jelas dari betina, karena ada penyakit testis seperti :
            • dermatitis skrotum
            • edema skrotum
            • pembesaran testis sekunder akibat orkitis dan/atau
            • epididimitis
            • ↓ volume ejakulasi.
            • kualitas semen buruk
            • atrofi testis
          • Keguguran biasanya terjadi pada usia kebuntingan 45-60 hari
          • anak anjing biasanya mengalami autolisis
          • vaginal discharge berwarna coklat atau hijau abu-abu sering terlihat selama 1-6 minggu setelah aborsi.
          • sulit bunting atau kematian embrio dini dengan resorpsi janin juga dapat terjadi.
          • Demam jarang
          • Kadang-kadang, splenomegali dan limfadenopati
          • Kualitas rambut  buruk
          • intoleransi olahraga
          • Diskospondilitis
          • anoreksia
          • ↓ berat badan
          • nyeri pada palpasi tulang belakang
          • kelemahan otot
          • pincang
          • ataksia
          • paresis
          • lesi okular
            • uveitis anterior
            • endophthalmitis
            • hyphema
            • chorioretinitis
            • ablasi retina
            • edema kornea
            • neuritis optik
            • glaukoma sekunder
          • Lesi lain jarang, seperti :
            • meningoensefalitis
            • osteomielitis appendicular
            • endokarditis
            • dermatitis pyogranulomatous

          Analisis Semen:

          • Kelainan semen terlihat  5 minggu pasca infeksi
          • paling jelas pada 8 minggu pasca infeksi.
          • Perubahan semen :
            • sperma yang belum matang
            • bagian tengah bengkak,
            • tetesan protoplasma yang tertahan
            • ekor  bengkok
            • kepala  terlepas,
            • kelompok sel inflamasi.
          • 20 minggu pasca infeksi, >90% sperma menjadi abnormal

          Radiografi, mungkin ditemukan:

          • osteomielitis apendikular
          • discospondylitis

          Serologi:

          • biasanya negatif selama 2-4 minggu pertama
          • ↑ titer antibodi  pada betina selama proestrus, estrus, kehamilan, atau aborsi
          • Antibiotik dapat menekan bakteremia dan menhasilkan negatif palsu.
          • Titerdapat tetap positif hingga 36 bulan setelah bakteremia berhenti
          • Tes serologi  :
            • Rapid Slide Aglutination Test (RSAT):
              • biasanya untuk  skrining.
              • mendeteksi antibodi lebih awal
              • sensitivitas sedang hingga tinggi (70,58%)
              • spesifisitas 40-50%
              • ada reaksi sialng dengan bakteri lain
              • Hasil positif  harus dikonfirmasi dengan pengujian tambahan.
            • Tube Aglutination Test (TAT):
              • dapat diketahui titer nya
              • 2-mercaptoethanol juga digunakan dengan TAT.
              • Titer 1:50 menunjukkan infeksi awal atau pemulihan
              • Titer 1:50 hingga 1:100 dugaan infeksi.
              • Titer >1:200 infeksi aktif.
              • dapat digunakan sebagai tes skrining
              • ada reaksi sialng dengan bakteri lain
            • Agar Gel Immunodiffusion (AGID) Test:
              • identifikasi antibodi terhadap antigen sitoplasma B. canis (CPAg-AID) 
              • tidak ada reaksi silang dengan antibodi terhadap bakteri lain.
              • lebih spesifik (100%)
              • dapat digunakan untuk konfirmasi tes RSAT atau TAT
              • Tes CPAg-AGID positif 12 minggu setelah infeksi
              • sensitivitas yang rendah (sekitar 53%).
              • dapat tetap positif selama 36 bulan setelah resolusi bakteremia.
            • ELISA Assay:
            • Sensitivitas 91%
            • spesifisitas 100%
          • PCR Assay:
            • dapat mendeteksi Brucella spp
            • PCR semen atau usap vagina bisa positif, meskipun dalam kasus di mana bakteremia tidak ada lagi
          • Kultur Bakteri:
            • Isolasi B. canis dari jaringan yang terinfeksi adalah tes yang paling definitif
            • Waktu optimal untuk kultur B. canis adalah 2-4 minggu setelah infeksi.
            • Semen dapat digunakan untuk biakan selama 3 bulan pertama infeksi
            • Bahan lain untuk kultur :
              • ulas vagina
              • janin yang diaborsi
              • plasenta

          Etiologi:

          • Brucella abortus
          • Brucella canis
          • Brucella melitensis
          • Brucella suis

          Prosedur Diagnostik:    

          • Hemogram :
            • Leukositosis
            • Neutrofilia
          • Urinalisis
            • Bakteriuria, bakteri urin meningkat
            • Proteinuria, albuminuria
          • Radiografi kerangka - tulang/sendi yang terlibat
            • Osteomielitis
          • Radiografi tulang belakang
            • Diskospondilitis, osteomielitis vertebral
          • Pemeriksaan mata
            • Katarak, kekeruhan lensa
            • Korioretinitis
            • Iridocyclitis, iris / badan silia meradang
            • Neuritis optik
          • Serologi untuk penyakit tertentu
            • Titer Brucella positif
          • Biokimia serum, paling konsisten :
            • Hiperglobulinemia dan
            • Hipoalbuminemia
          • Kultur jaringan, bahan yang terlibat
            • Brucella diisolasi dan diidentifikasi pada janin, plasenta, darah, ejakulasi atau testis
          • Analisis cairan, serebrospinal (CSF)
            • Pleositosis CSF, sel meningkat
            • Pleositosis neutrofilik cairan serebrospinal (CSF)
            • Protein cairan serebrospinal (CSF) meningkat
          • Biopsi dan histopatologi lesi/jaringan yang terkena
            • Orkitis
          • Evaluasi sperma
            • Azoospermia, spermatozoa tidak ada
            • Sperma tidak normal
          • PCR

          Manajemen

          • sebaiknya disteril, tidak dikembangbiakkan
          • Terapi antibiotik
            • sulit karena organisme hidup intraseluler
            • Bakteri dapat bertahan di jaringan bahkan setelah bakteremia telah teratasi
            • Sering kambuh
            • Tidak ada protokol pengobatan universal  dan 100% efektif
            • biasanya diobati dengan kombinasi antibiotik 
            • Tetrasiklin dan aminoglikosida  :
              • Dihydrostreptomycin adalah aminoglikosida yang paling manjur, bisa diganti Streptomisin atau gentamisin
            • Minosiklin atau doksisiklin , 25 mg/kg PO s1dd selama 4 minggu, kombinasi gentamisin  5 mg/kg SC s1dd selama 7 hari pada minggu 1 dan minggu 4.
              • Jika ada infeksi mata, minosiklin atau doksisiklin diberikan pada 15 mg / kg PO q 12 jam selama 8 minggu
            • Streptomisin bisa diganti gentamisin dengan dosis 20 mg/kg IM, SC s1dd selama 7 hari pada minggu 1 dan minggu 4.
              • jika ada infeksi mata berikan selama minggu 1, 3, 5, dan 7
            • Dihydrostreptomycin, dosis 20 mg/kg IM, SC s1dd selama 7 hari pada minggu 1 dan minggu 4
            • Tetrasiklin dapat digunakan dengan aminoglikosida dengan dosis 30 mg/kg PO s2dd
            • Pasien dengan discospondylitis membutuhkan perawatan yang lebih lama
          • Kastrasi atau OH setelah terapi antibiotik untuk mengurangi pelepasan organisme
          • Enukleasi :
            • mungkin perlu jika infeksi mata jadi pusat infeksi persisten
            • infeksi mata kambuh sekitar 6-21%.
            • Dalam satu jurnal 3 anjing dengan B. canis endophthalmitis dirawat selama 96 minggu antibiotik topikal  doksisiklin, enrofloxacin, rifampisin, dan streptomisin.
          • Terapi suportif, untuk merawat kondisi akibat sepert :
            • Diskospondilitis
            • Osteomielitis
            • Uveitis
            • Infertilitas

          Monitor & Prognosa

          • Kultur bakteri atau pengujian CPAg-AGID
            • dilakukan pada akhir terapi antibiotik dan
            • setiap 3 bulan sampai hasilnya negatif 2 kali berturut-turut.
            • Selama pengobatan, titer ME-TAT dapat dipantau untuk mengevaluasi respons terhadap terapi.
            • Titer harus turun dengan pengobatan yang efektif ke <1:100.
          • anjing tidak sakit kritis
          • prognosa untuk eliminasi infeksi cukup baik
          • karena habitat intraseluler pengobatan lebih sulit
          • sering terjadi relaps setelah penghentian pengobatan
          • Organisme dapat bertahan di jaringan tanpa bakteremia.
          • Hewan yang terinfeksi  dan tidak boleh dikawinkan
          • meskipun pengobatan tampaknya berhasil

          Pencegahan

          • hewan yang terinfeksi dieliminasi dari program  breeding
          • hasrus diisolasi dari populasi
          • eutanasia biasanya dianjurkan
          • Jika diobati, harus diisolasi dan dikebiri, dan tidak digunakan untuk breeding lagi
          • tidak boleh keluar masuk kandang sampai penyakitnya hilang
          • desinfeksi lingkungan
          • Orang yang bekerja dengan anjing yang terinfeksi harus memakai pakaian pelindung (misalnya sarung tangan)
          • kennel dianggap bersih dari brucellosis jika semua hewan dalam populasi tes negatif selama 3 bulan berturut-turut
          • Tes tahunan untuk brucellosis juga harus dilakukan pada semua anjing di kennel
          • Direkomendasikan bahwa hewan yang akan di kawinkan dites 3-4 minggu sebelumnya


          Potensi Zoonosis

          • Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan cairan dan jaringan dari anjing yang terinfeksi, termasuk urin, air mani, dan bahan aborsi.
          • manusia relatif resisten terhadap infeksi B. canis dibandingkan dengan Brucella lainnya
          • gejala klinis infeksi :
            • demam
            • kedinginan
            • kelelahan
            • penurunan berat badan
            • limfadenopati.
          • Pemilik harus diedukasi tentang potensi zoonosis B. canis
          • edukasi prosedur kebersihan saat menangani cairan atau jaringan dari hewan yang terinfeksi

           

          Spesies
          Tipe
        • Channel

          Panduan perawatan gigi untuk anjing & kucing dari AAHA (2019)

          Apr 29, 2021

          Panduan perawatan gigi  untuk anjing & kucing dari AAHA (2019)

          2019 AAHA Dental Care Guidelines for Dogs and Cats

          Pdf 21 halaman :

          • Dental Terminology
          • Anatomy and Pathology
          • Dental Disease Prevention Strategies
          • Dental Procedures
          • Patient Assessment, Evaluation, and
          • Documentation
          • Anesthesia, Sedation, and Analgesia
          • Considerations
          • The Role of Technicians and Assistants
          • Addressing Pain
          • Facility, Equipment, and Operator Safety
          • Requirements
          • Client Communication and Education
             
          Kategori
          Spesies
          Tags
          Tipe
        • Channel

          Panduan terapi cairan / fluid dari AAHA/AAFP untuk anjing & kucing (2013)

          Apr 25, 2021

          Panduan terapi cairan / fluid dari AAHA / AAFP untuk anjing & kucing (2013)

          AAHA/AAFP Fluid Therapy Guidelines for Dogs and Cats (2013)

          Pdf 11 halaman :

          • General Principles and Patient Assessment
          • Fluids for Maintenance and Replacement
          • Fluids and Anesthesia
          • Changes in Fluid Volume
          • Changes in Fluid Content
          • Changes in Fluid Distribution
          • Fluid Therapy in the Sick Patient
             
          Kategori
          Spesies
          Tipe
        • Channel

          Panduan Anestesi dan Monitor untuk Anjing dan Kucing dari AAHA (2020)

          Apr 04, 2021

          Panduan Anestesi dan Monitor  untuk Anjing dan Kucing dari AAHA (2020) 

          Pdf 24 halaman :

          • Phase 1: Preanesthesia
          • Phase 2: Day of Anesthesia
          • Phase 3: Return Home
          • Anesthesia Protocol
          • Preanesthetic Anxiolytics and Sedatives
          • Special Focus: Staff Education and
          • Safety Training
          • etc
          Kategori
          Spesies
          Tags
          Tipe
        • Channel

          Analgesia: NSAID

          Apr 02, 2021

          Gambaran

           

          • Hampir semua obat antiinflamasi non steroid (NSAID) menghasilkan analgesia dengan aksi penghambatan pada kelompok enzim siklooksigenase (COX) yang mencegah produksi prostaglandin dan tromboksan.
          • Karena berpengaruh pada produksi prostaglandin, mengurangi peradangan, demam dan endotoksemia serta dapat menghambat agregasi trombosit.
          • Dapat digunakan dalam pengobatan nyeri kronis.
          • Meskipun banyak efek NSAID bermanfaat dalam kondisi inflamasi, juga memiliki beberapa efek yang tidak diinginkan.
          • Efek toksik sebagian besar disebabkan oleh penghambatan produksi jenis prostaglandin yang melindungi homeostasis ginjal dan saluran pencernaan.
          • Efek samping toksik meliputi:
            • Iritasi lambung, berkembang menjadi muntah, ulserasi dan perdarahan.
            • Radang usus yang menyebabkan diare dan melena.
            • Diskrasia darah.
            • Hepatotoksisitas atau nefrotoksisitas Nefrotoksikosis .
          • Nefrotoksisitas lebih mungkin terjadi pada anjing yang mengalami dehidrasi, hipotensi, atau hipovolemik. Terapi cairan yang memadai Terapi cairan harus disediakan sebelum NSAID diberikan dalam kasus ini.
            Gunakan NSAID dengan hati-hati pada anjing yang menjalani anestesi karena hipotensi sering terjadi. Namun, jika cairan IV diberikan dan tekanan darah dipantau, NSAID aman digunakan selama periode perioperatif.Jangan berikan NSAID dan kortikosteroid Terapi: glukokortikoid secara bersamaan karena efek sampingnya lebih mungkin terjadi. Khususnya kasus tukak usus, tukak lambung Jangan menggunakan lebih dari satu NSAID pada waktu yang sama karena peningkatan risiko efek toksik. Jika satu NSAID tidak efektif dan dokter hewan memilih untuk menggunakan yang lain, harus ada periode pencucian selama 48 jam - 2 minggu, tergantung pada jenis NSAID yang digunakan pada awalnya.

          Enzim siklooksigenase

           

          • Dari sudut pandang sejarah, ada dua kelas enzim siklooksigenase:
            • Enzim COX1 memiliki fungsi pelindung dan aktif terus menerus. Mereka mengatur aliran darah ginjal (autoregulasi) dan melindungi mukosa usus. Juga aktif pada trombosit, otak dan sumsum tulang belakang.
            • Enzim COX2 diekspresikan di tempat peradangan dan dianggap tidak aktif, namun, sekarang diketahui bahwa prostaglandin yang dimediasi COX2 juga memiliki fungsi konstitutif. Terlibat dalam produksi berbagai mediator yang menyebabkan nyeri, bengkak, dll. Terlibat dalam produksi berbagai mediator yang menyebabkan nyeri, bengkak, dll.
            • Baru-baru ini, kelas ketiga (COX3) telah diidentifikasi.
          • NSAID lama seperti aspirin Asetil asam salisilat dan fenilbutazon Fenilbutazon tidak spesifik dan akan menghambat kedua kelas COX. Oleh karena itu, meskipun berguna dalam peradangan, dapat menyebabkan ulserasi usus Ulkus lambung , nefrotoksisitas Nefrotoksikosis , dll. Beberapa NSAID seperti carprofen Carprofen lebih selektif untuk enzim COX2 sehingga kecil kemungkinannya menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan.
          • Perkembangan yang lebih baru adalah kelas coxib dari NSAID (Deramaxx, Novartis dan Previcox, Merial) yang memiliki struktur spesifik yang hanya memblok enzim COX2 dan menghemat COX1. Dianggap memungkinkan keamanan yang lebih besar untuk usus dan ginjal dan tidak dikaitkan dengan penyebab ulserasi usus.
          • Namun, baru-baru ini ditemukan bahwa enzim COX2 juga memiliki fungsi perlindungan tertentu sehingga potensi toksisitas masih ada pada sistem organ ini.
          • Enzim COX2 penting dalam memungkinkan penyembuhan tukak dengan mengatur aliran darah ke situs. Pemberian NSAID penghambat COX2 telah terbukti dapat menunda penyembuhan ulkus pada hewan laboratorium dan merupakan kontraindikasi pada hewan dengan ulkus yang sudah ada sebelumnya.
          • Dari sudut pandang ginjal, penghambat COX2 dapat merusak fungsi ginjal pada hewan yang mengalami dehidrasi atau hipovelemik.
            Perlakukan hewan dengan penyakit ginjal atau hati dengan sangat hati-hati atau tidak sama sekali.
          • Tambahan terbaru lainnya untuk kelompok obat NSAID adalah tepoxalin yang diformulasikan sebagai tablet cepat larut yang dapat ditempatkan di dalam bibir anjing. Hanya tersedia untuk waktu yang singkat sehingga sangat sedikit informasi tentang kemanjurannya dalam populasi klinis yang besar. Obat memblokir jalur siklooksigenase dan lipoksigenase. Jalur terakhir mengarah pada pembentukan leukotrien yang juga terlibat dalam peradangan.

          NSAID yang sering diberikan pada anjing meliputi:

           

          • Vedaprofen Vedaprofen : (tidak tersedia di AS).
          • Ketoprofen Ketoprofen : agen analgesik dan antipiretik yang sangat baik.
          • Meloxicam Meloxicam .
          • Carprofen Carprofen : meskipun merupakan penghambat siklo-oksigenase yang lemah, carprofen telah terbukti menjadi agen analgesik dan anti-inflamasi yang manjur. Sangat berguna untuk memberikan analgesia pre-emptive jika diberikan sebagai bagian dari premedikasi atau saat induksi anestesi. Kadang berhubungan dengan hepatotoksisitas pada anjing.
          • Deracoxib Deracoxib : obat hemat COX1 dan sangat efektif untuk nyeri rematik tanpa efek samping dalam uji laboratorium. Tidak tersedia dalam bentuk injeksi.
          • Firocoxib Firocoxib : obat hemat COX1 yang dilisensikan untuk manajemen nyeri yang berhubungan dengan osteoartritis dan untuk menghilangkan nyeri pasca operasi setelah operasi jaringan lunak dan ortopedi pada anjing. Tidak tersedia dalam bentuk injeksi.
          • Mavacoxib Mavacoxib : obat hemat COX1 yang dilisensikan untuk pengelolaan nyeri yang berhubungan dengan osteoartritis. Setelah pemberian dosis muatan obat diberikan setiap bulan hingga jangka waktu 6 setengah bulan. Setelah jeda satu bulan, dosis 6 bulan berikutnya dapat dimulai. Hanya tersedia sebagai sediaan tablet oral.
          • Robenacoxib Robenacoxib : obat hemat COX1 yang dilisensikan untuk manajemen nyeri yang berhubungan dengan osteoartritis dan menghilangkan nyeri pasca operasi yang berhubungan dengan jaringan lunak dan bedah ortopedi. Tersedia sebagai sediaan tablet suntik dan oral. Lisensi untuk administrasi peri-operatif.

          NSAID sebaiknya dihindari pada anjing meliputi:

           

          • Paracetomol Paracetamol : aktivitas antiinflamasi minimal, aksi analgesik sentral. Efek toksik termasuk nekrosis hati dan methemoglobinemia.
          • Flunixin : sangat mungkin menyebabkan gagal ginjal dan ulserasi gastrointestinal pada anjing hipovolemik.
          • Aspirin Asetil asam salisilat : menyebabkan penghambatan agregasi platelet dan ulserasi gastrointestinal yang ireversibel dengan dosis yang relatif rendah.
          • Fenilbutazon Fenilbutazon : kadang-kadang menyebabkan penekanan sumsum tulang akut dan tidak dapat diubah setelah durasi pengobatan yang bervariasi.
          • Toksisitas Ibuprofen Ibuprofen .

          Bacaan lebih lanjut

          Publikasi

          Makalah Referensi

          • Recent references from PubMed and VetMedResource .
          • King J N, Dawson J, Esser R E et al (2009) Preclinical pharmacology of robenacoxib: a novel selective inhibitor of cyclooxygenase-2. J Vet Pharmacol Ther 32 (1), 1-17 PubMed .
          • Sanderson R O, Beata C, Flipo R M et al (2009) Systematic review of the management of canine osteoarthritis. Vet Rec 164 (14), 418-424 PubMed .
          • Ryan W G, Moldave K, Carithers D (2007) Switching NSAIDs in practice: insights form the Previcox (firocoxib) Experience Trial. Vet Ther 8 (4), 263-271 PubMed .
          • Jones C J, Streppa H K, Harmon B G et al (2002) In vivo effects of meloxicam and aspirin on blood, gastric mucosal, and synovial fluid prostanoid synthesis in dogs. Am J Vet Res 63 (11), 1527-1531 PubMed .
          • Millis D L, Weigel J P, Moyers T et al (2002) Effect of deracoxib, a new COX-2 inhibitor, on the prevention of lameness induced by chemical synovitis in dogs. Vet Ther 3 (4), 453-464 PubMed .
          • Capner C A, Lascelles B D & Waterman-Pearson A E (1999) Current British veterinary attitudes to perioperative analgesia for dogs.​ Vet Rec 145 (4), 95-99 PubMed .
          • Johnson C (1999)Chemical restraint in the dog and cat. In Practice 21 (3), 111-118 VetMedResource .
          • Forsyth S F, Guilford W G, Haslett S J et al (1998) Endoscopy of the gastroduodenal mucosa after carprofen, meloxicam and ketoprofen administration in dogs. JSAP 39 (9), 421-424 PubMed .
          • Knight E V, Kimball J P, Keenan C M et al (1996) Preclinical toxicity evaluation of tepoxalin, a dual inhibitor of cyclooxygenase and 5-lipoxygenase, in Sprague-Dawley rats and beagle dogs. Fundam Appl Toxicol 33 (1), 38-48 PubMed .
          Kategori
          Spesies
        • Channel

          Abdominocentesis

          Apr 02, 2021
          • Sinonim: Paracentesis

            pengantar

             

          • Pada hewan normal hanya terdapat sedikit cairan peritoneal.
          • Jika cairan peritoneum disedot → ada kuantitas patologis.
          • Kegunaan

          • Bantuan dalam diagnosis etiologi cairan peritoneal bebas baik yang dipalpasi atau divisualisasikan pada sinar-X.
          • Diagnosis etiologi abdomen akut, misalnya pada kasus ruptur uretra : ruptur atau traktus bilier.
          • Pengangkatan cairan asites secara terapeutik dalam kasus yang refrakter terhadap diet atau perawatan obat.
          • Langkah awal diagnostik lavage peritoneal.
          • Keuntungan

          • Sederhana.
          • Minimal invasif.
          • Dilakukan pada hewan yang berdiri dan sadar.
          • Hasil positif cenderung membantu diagnosis.
          • Kekurangan

          • Sensitivitas terbatas (50%) karena seringnya hasil negatif palsu.
          • Mobilitas isi perut berarti jarum mudah tersumbat.
          • Teknik alternatif

          • Bilas peritoneal.
          • Eksplorasi bedah Laparotomi: garis tengah .
          • Waktu yang dibutuhkan

            Persiapan

          • 5 menit persiapan lokasi.
          • Prosedur

          • 5 menit.
          • Pengambilan keputusan

            Kriteria pemilihan tes

          • Cairan bebas teraba di perut.
          • Bukti radiografi / ultrasonik cairan peritoneal bebas.
          • Tugas beresiko

          • Bukti tidak cukup untuk menjamin laparotomi eksplorasi.
          • Perhatian jika terjadi kehamilan atau dugaan pembesaran organ.
            Risiko menembus atau mengoyak organ yang membesar seperti rahim, limpa, atau hati.
          • Ada beberapa kontraindikasi untuk paracentesis selain koagulopati lanjut.
          • Persyaratan

            Bahan yang dibutuhkan

            Bahan habis pakai minimum

          • 1-1,5 in, jarum 18-21G.
          • Tabung atau jarum suntik.
          • Bahan habis pakai yang ideal

          • Jarum 1-1,5 in, 18-21G terbuka ke udara.
          • EDTA, slide kaca dan tabung polos.
          • Persiapan

            Pra-pengobatan

          • Seringkali tidak diperlukan tetapi dapat diberikan pada pasien yang rewel atau ketakutan.
          • Persiapan lokasi

          • Garis tengah, hanya ekor ke umbilikus (untuk menghindari hati, limpa dan kandung kemih).
          • Siapkan kulit secara aseptik dan infiltrasi lokasi pengambilan sampel dengan anestesi lokal Anestesi lokal: gambaran umum .
          • Pengekangan

          • Pengekangan manual pada posisi berdiri pasien atau dalam posisi berbaring menyamping.
          • Prosedur

            Pendekatan

            Langkah 1 - Masukkan jarum

          • Masukkan jarum melalui dinding tubuh dengan sedikit miring untuk mengurangi risiko perforasi jeroan perut.
            Gunakan jarum yang terbuka ke udara untuk mengurangi risiko oklusi.
          • Prosedur inti

            Langkah 1 - Kumpulkan sampel

          • Biarkan cairan mengalir ke tabung pengumpul.
          • Gunakan gravitasi daripada hisap untuk membantu mengeluarkan cairan untuk menghindari oklusi jarum oleh omentum atau visera.
          • keluar

            Langkah 1 - Hapus jarum dan buang spesimen

          • Hapus jarum dengan lembut.
          • Tekanan di lokasi keluar biasanya tidak diperlukan.
          • Apusan cairan yang disedot harus segera dibuat dan spesimen alikuot menjadi:
          • Hasil

            Komplikasi

          • Hematoma subkutan.
          • Perforasi / laserasi viseral (terutama hati, limpa atau tumor).
          • Kontaminasi bakteri pada rongga peritoneum.
          • Kadang-kadang cairan bisa terus bocor dari luka kulit setelah jarum ditarik.
          • Alasan kegagalan pengobatan

          • Temuan negatif sering ditemukan meskipun ada cairan di rongga peritoneum.
          • Penemuan isi darah atau gastrointestinal yang jujur ​​pada satu sampel mungkin masing-masing disebabkan oleh perforasi pembuluh darah atau visera.
          • Bacaan lebih lanjut

            Publikasi

            Makalah Referensi

            Recent references from PubMed and VetMedResource .
          • Larkin H A (1994) Veterinary cytology - collection and examination of body cavity fluids in animals. Irish Vet J 47 (5), 211-219 VetMedResource .
          • Crowe D T, Crane S W (1976) Diagnostic abdominal paracentesis and lavage in the evaluation of abdominal injuries in dogs and cats - clinical and experimental investigations. JAVMA 168 (8), 700-705 PubMed .
          • Kolata R J (1976) Diagnostic abdominal paracentesis and lavage - experimental and clinical evaluations in the dog. JAVMA 168 (8), 697-699 PubMed .
          • Barrett R P (1975) A new method of abdominal and thoracic paracentesis in the dog and cat. Vet Med Small Anim Clin 70 (1), 76, 78 PubMed .
          • Scott R C, Wilkins R J, Greens R W (1974)Abdominal paracentesis and cystocentesis. Vet Clin North Am 4 (2), 413-417 PubMed .

          Other Sources Of Information

          • Kreuth S A (2000)Abdominal distention, ascites and peritonitis. In: Textbook of Veterinary Internal Medicine5th edn. S J Ettinger & E C Feldman (eds). Philedelphia: W B Saunders Co. pp 1137-139.
          Spesies
          Tags
        • Channel

          Abdominal organomegaly

          Apr 02, 2021

          Sinonim: splenomegali, hepatomegali, renomegali

          pengantar

           

          • Organomegali diduga pada palpasi viskus besar pada pemeriksaan fisik abdomen.
          • Banyak pasien datang karena disfungsi organ yang terkena atau struktur sekitarnya yang mengalami efek massa. Dalam beberapa kasus, organomegali dikenali sebagai temuan insidental.
          • Penyebab : beberapa penyebab yang mendasari; neoplasia sering dikenali tetapi jelas tidak terlibat dalam patogenesis semua kasus.
          • Pengobatan : banyak kasus merupakan kandidat yang tepat untuk terapi tetapi keputusan terapeutik memerlukan diagnosis yang pasti. Penting untuk dicatat bahwa temuan pencitraan jarang cukup untuk diagnosis dalam kasus ini. Contoh pengecualian termasuk identifikasi radiografik dari volvulus lambung atau kehamilan dan identifikasi ultrasonografi dari intususepsi usus.

          Menyajikan tanda

          • Distensi perut.
          • Tanda yang berhubungan dengan patologi di organ tertentu.

          Patogenesis

          Etiologi

          Hati

          Limpa

          Perut

          Pankreas

          Kandung kemih

          Prostat

          Ginjal

          Saluran kencing

          Indung telur

          Rahim

          • Pyometra Pyometra .
          • Mucometra.
          • Hemometra.
          • Kehamilan.

          Kelenjar getah bening

          Usus

          Kelenjar adrenal

          • Tumor.

          Buah pelir

          • Testis yang tertinggal biasanya berhenti berkembang kecuali neoplastik. Testis: kriptorkismus .
          • Testis neoplastik dapat mencapai ukuran yang sangat besar sebelum menghasilkan tanda klinis apa pun. Testis: neoplasia .

          Massa tidak terkait dengan organ

          • Massa perut lainnya perlu dikenali agar dapat dibedakan dari organomegali.
          • Abses sering sublumbar berhubungan dengan pelacakan benda asing, misalnya benih rumput.
          • Hematoma di mesenterium, ruang retroperitoneal atau dinding tubuh.
          • Neoplasia pada dinding tubuh (terutama lipoma Lipoma yang dapat mencapai dimensi masif tanpa efek klinis yang signifikan).

          Diagnosa

          Investigasi diagnostik

          Radiografi

          • Radiografi abdomen Radiografi: abdomen .
          • Berguna untuk menetapkan ukuran bentuk dan posisi organ perut.
          • Mungkin dapat mengidentifikasi organ mana yang membesar atau dapat menyimpulkan organ yang mungkin dari pola perpindahan organ lain, yaitu organ caudal abdominal menggeser usus secara kranial saat membesar, organ mid-abdominal menggeser usus ke pinggiran:
          • Renomegali : urografi intravena mungkin diperlukan untuk menunjukkan bahwa massa abdomen berasal dari ginjal.
          • Hepatomegali : bisa fokal atau umum.
            Pemberian barium oral dapat menjelaskan sumbu lambung dan memberikan informasi tentang ukuran dan posisi hati.
          • Splenomegali : bisa fokal dengan limpa yang tampak normal pada posisi biasa atau umum.
            Sangat sulit untuk membedakan hepatomegali dan splenomegali pada radiografi.
          • Distensi lambung : perut mungkin berisi makanan atau gas dan dalam beberapa kasus pemberian barium oral mungkin diperlukan untuk menetapkan posisi perut.
          • Distensi usus : jarang besar atau cukup fokus untuk membuat bingung dengan organ perut lainnya - barium oral dapat digunakan untuk memastikan diagnosis yang dicurigai.
          • Kandung kemih : posisi dapat dipastikan dengan mengulang radiograf setelah drainase kandung kemih.
          • Prostatomegali : biasanya mudah dikenali, namun kista prostat, kista paraprostatik, dan kandung kemih dapat dengan mudah dibingungkan (ultrasonografi dapat membantu dalam diferensiasi).
          • Uterus : pembesaran menghasilkan jaringan lunak viscus antara kandung kemih dan rektum (uterus normal tidak terlihat pada radiografi).
          • Ovarium : massa harus dibedakan dari massa adrenal dan keduanya, jika cukup besar, dapat menggantikan garis besar ginjal ke kaudoventral.
          • Pankreas : massa jarang cukup besar untuk terlihat pada radiografi. Biasanya kehadiran disimpulkan oleh efek pada organ lokal, misalnya pelebaran fleksur duodenum.
          • Kelenjar getah bening : dapat membesar secara signifikan dan menggeser organ perut ke segala arah.
          • Ureter : dapat terlihat pada foto polos jika dilatasi cukup dan dapat disorot dengan radiografi kontras. Neoplasia ureter tidak dapat diidentifikasi seperti itu pada foto polos.
          • Massa yang tidak terkait dengan organ : harus dibedakan dari organomegali.

          Ultrasonografi 2-D

          • Berguna untuk mengidentifikasi asal mula massa perut.
          • Seringkali arsitektur internal mungkin cukup diawetkan untuk mengenali organ atau aliran keluar dari massa dapat dilacak ke tengara yang dapat dikenali.
          • Informasi tentang etiologi massa dapat diperoleh, yaitu jinak, neoplastik, kistik, obstruktif.
            Tidak ada temuan ultrasonografi yang spesifik untuk neoplasia; spesimen patologi harus diperoleh untuk diagnosis pasti.
          • Panduan ultrasound memungkinkan pengambilan sampel perkutan dari massa intra-abdominal Aspirasi jarum halus: dengan panduan ultrasound :
            • Tetapkan fungsi koagulasi sebelum pengambilan sampel untuk sampel yang lebih besar (ukuran> 21).
          • Ultrasonografi Hati : hati :
            • Neoplasia. Lebih mungkin dengan lesi target, massa soliter masif, struktur nodular hypoechoic multifokal.
            • Hepatitis. Lebih mungkin dengan hiperekogenisitas tambal sulam umum.
            • Kemacetan. Ditunjukkan dengan menonjolnya sirkulasi vena.
            • Hematopoiesis ekstrameduler. Perubahan nodular, mudah dianggap sebagai neoplasia.
          • Limpa :
            • Neoplasia.
              Tidak dapat didiagnosis hanya dengan pencitraan.
            • Hematopoiesis ekstrameduler. Menyerupai neoplasia diseminata atau soliter.
            • Peradangan (jarang).
          • Ultrasonografi Lambung : Sistem GI :
            • Stenosis pilorus. Pilorus yang menebal dapat diukur dalam beberapa kasus.
            • Neoplasia disimpulkan dengan hilangnya lapisan dan lesi fokal.
          • Ultrasonografi Kandung Kemih : kandung kemih dan saluran kemih :
            • Obstruksi aliran keluar; echogenisitas urolit dan massa jaringan lunak dapat dibedakan.
          • Ultrasonografi Prostat : prostat :
            • Neoplasia. Karakteristik echogenisitas campuran. Spesimen patologi diperlukan untuk diagnosis.
            • Kista.
            • Prostatitis.
            • Kista paraprostatik. Diagnosis dengan penampilan ultrasonografi dan analisis cairan.
          • Ultrasonografi Ginjal : ginjal :
            • Neoplasia, misalnya limfoma, hemangiosarkoma, karsinoma ginjal.
            • Kista.
            • Hidronefrosis (pyelectasia).
            • Kista perirenal.
          • Ultrasonografi Ovarium : ovarium :
            • Neoplasia.
            • Kista.
          • Ultrasonografi Rahim : rahim :
            • Pyometra.
            • Mucometra.
            • Hemometra.
            • Kehamilan.
          • Kelenjar getah bening :
            • Limfoma. Limfadenopati intra-abdominal umum, biasanya hipoekoik. Patologi diperlukan untuk diagnosis.
          • Usus :
            • Neoplasia.
            • Halangan.
            • Intususepsi. Ciri patognomonik penampakan berlapis-lapis.
          • Ultrasonografi Pankreas : pankreas : pseudokista / abses pankreas terlihat jelas pada USG tetapi tidak dapat dibedakan secara pasti dari neoplasia pada semua kasus hanya dengan pencitraan.
          • Adrenal kelenjar Ultrasonografi: kelenjar adrenal :
            • Neoplasia.
            • Hipertrofi terkait dengan hiperadrenokortisisme (jarang cukup besar untuk diidentifikasi tanpa ultrasonografi).
          • Ureter: dilatasi yang ditandai dapat diikuti dengan ultrasonografi. Neoplasia ureter jarang dapat diidentifikasi sebagai ureter dengan ultrasonografi.
          • Massa yang tidak terkait dengan organ : harus dibedakan dari organomegali.

          Manajemen lebih lanjut

          • Beberapa massa mungkin memerlukan pencitraan tomografi spesifik lebih lanjut untuk menentukan luas anatomis yang tepat dari suatu lesi sehingga manajemen lebih lanjut dapat direncanakan, misalnya massa hati soliter dimana lobektomi merupakan terapi potensial.
          • Diagnosis pasti sering membutuhkan analisis spesimen sitologi atau histologi.
          • Metode biopsi meliputi:
          • Investigasi lain dapat membantu memastikan tingkat keparahan kerusakan organ.

          Bacaan lebih lanjut

          Publikasi

          Makalah Referensi

          • Recent references from PubMed and VetMedResource .
          • Ballegeer E A, Forrest L J, Dickinson R M et al (2007) Correlation of ultrasonographic appearance of lesions and cytologic and histologic diagnoses in splenic aspirates from dogs and cats: 32 cases (2002-2005). JAVMA 230 , 690-696 PubMed .
          • Clifford C A, Pretorius E S, Weisse C et al (2004) Magnetic resonance imaging of focal splenic and hepatic lesions in the dog. JVIM 18 (3), 330-338 PubMed.
          • Cuccovillo A & Lamb C R (2002) Cellular features of sonographic target lesions of the liver and spleen in 21 dogs and a cat. Vet Radiol Ultrasound 43 (3), 275-278 PubMed.
          • Lamb C R & Grierson J (1999) Ultrasound appearance of primary gastric neoplasia in 21 dogs. JSAP 40 (5), 211-215 PubMed.
          Kategori
          Spesies